Integrasi Kurikulum Baru dan UKM : Respon Ormawa STAI Al-Anwar

Sarang, Narasi Garda Pena Seluruh Organisasi Mahasiswa (Ormawa) Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Anwar, menggelar rapat audiensi bersama Wakil Ketua (Waket) I, II, dan III serta Ketua Pondok Pesantren (PP) Al-Anwar 3 putra dan putri. Acara tersebut dilaksanakan pada Senin (15/9) pukul 14.30 WIB di Hall Gedung Maimoen Zubair. Akan tetapi, yang hadir hanya Waket I dan Waket III, serta Ketua PP Al-Anwar 3 putra dan putri. Audiensi ini digelar menyusul keluarnya kebijakan baru yang mewajibkan mahasiswa baru (Maba) fokus pada program sorogan. Sehingga para Maba dibatasi untuk mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) selama semester pertama.

Kebijakan tersebut menuai penolakan dari berbagai pihak, salah satunya datang dari Ketua Senat Mahasiswa (SEMA), Adi Sa’doellah, yang menilai keputusan itu sepihak karena tidak melibatkan Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) dan SEMA dalam proses perumusan. “Menonaktifkan UKM, meskipun satu semester akan memengaruhi program kerja Ormawa serta mengganggu proses kaderisasi,” ujarnya.

Kemudian perwakilan putri, menyampaikan hasil survei yang diperoleh dari catatan-catatan (sticky note) Maba saat Masa Taaruf Mahasiswa (Mastama). Survei tersebut menunjukan 70,7 persen mahasiswa baru berminat mengikuti UKM. “Jika UKM dinonaktifkan, akan muncul kekecewaan besar dari Maba. Kami berharap ada keseimbangan antara sorogan dan kegiatan UKM,” ujarnya.

Pengurus Racana, Musa, juga menekankan perlunya sinergi antara akademik dan organisasi. “Pondok dan kampus harus berjalan selaras, bukan menimbulkan perbedaan paradigma,” ujarnya.

Menanggapi kritik tersebut, Waket I menjelaskan kebijakan sorogan intensif lima hari dalam sepekan lahir dari keprihatinan pengasuh pondok yang sekaligus Ketua STAI Al-Anwar, karena masih ada mahasiswa semester lima yang belum bisa membaca kitab. Ia menegaskan kebijakan ini dibuat demi kemaslahatan.

Baca Juga:  Literacy, Oral and Linguistic Environment of the Qur'an

Setelah itu, Dr. Muhammad Najib, Lc., M.Th.I mengatan, “UKM tetap berjalan, tetapi pengurus wajib memastikan Maba tidak keteteran dalam akademik,” sebagai jalan tengah dari masalah kebijakan tersebut. Audiensi ditutup dengan usulan dari Waket III, agar Maba hanya diperbolehkan mengikuti satu UKM agar kegiatan sorogan tidak terganggu. Terakhir, beliau juga menasihati para mahasiswa agar tidak mengkambing hitamkan kegiatan organisasi dengan kegiatan perkuliahan yang sedang berjalan.

Oleh: Samsul Arifin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *