Posisi Perkataan dan Konten Influencer Dakwah sebagai Argumen dalam Diskusi di Media Sosial

konten

Saat ini, media sosial menjelma ‘dunia kedua’ bagi masyarakat dunia. Terdapat banyak kegiatan dunia nyata yang kini bisa dilakukan di sana. Salah satunya adalah berdiskusi. Fitur-fitur media sosial memungkinkan manusia saat ini dapat berdiskusi dengan orang lain tanpa harus bertemu langsung. Cukup dengan gawai, koneksi internet, dan akun media sosial, seseorang di Indonesia bisa melakukan diskusi sepanjang hari dengan orang yang berada di negara lainnya.

Dalam berdiskusi, seseorang perlu sebuah pegangan yang kuat untuk dijadikan argumen. Seseorang memerlukan pegangan agar pendapat yang diajukan dapat dianggap valid. Selain itu, pegangan juga diperlukan untuk mempersuasi lawan diskusi agar dapat menerima pendapat yang ia sampaikan. Pegangan tersebut dapat berupa fakta, teori, ajaran agama, atau perkataan orang yang dianggap kredibel dalam bidang yang dibahas.

Ada tiga tingkatan pegangan yang bisa digunakan sebagai landasan, yaitu data primer, sekunder, dan tersier. Contoh data primer dalam diskusi tentang agama adalah Al-Qur`an dan hadis. Untuk berpegangan pada data primer, diperlukan kemampuan yang memadai agar dapat menarik kesimpulan dari data tersebut. Tidak sembarang orang dapat berpegangan pada data primer ini.

Tingkatan yang kedua adalah data sekunder yang merupakan turunan dari data primer. Contohnya adalah kitab karangan para ulama yang berisi pemahaman mereka terhadap data primer. Kitab-kitab ini menjadi data sekunder yang dapat dijadikan pegangan dalam berpendapat. Biasanya, orang yang berpegangan pada data sekunder adalah orang yang sudah menguasai dasar-dasar ilmunya, namun belum mampu menarik kesimpulan langsung dari data primer.

Tingkatan yang ketiga adalah data tersier yang merupakan turunan dari data sekunder. Contoh data tersier adalah pemahaman seorang ustaz terhadap isi kitab para ulama. Jadi, perkataan seorang ustaz yang menjelaskan pemahamannya tentang macam-macam hukum menikah dalam kitab Fatḥ al-Qarīb termasuk data tersier. Data tersier ini diperuntukkan bagi orang awam yang tidak mampu mengambil pemahaman dari data sekunder maupun primer.

Baca Juga:  Tragedi Bos Rental Mobil dalam Perspektif Teori Justice

Orang yang tidak menguasai suatu bidang perlu merujuk pada orang lain. Ia harus mengikuti orang lain yang memiliki kredibilitas dalam bidang tersebut. Dalam agama Islam, konsep mengikuti ini disebut taklid. Orang awam harus bertaklid kepada mujtahid agar mendapatkan pengetahuan yang benar. Allah berfirman dalam surah al-Naḥl ayat 43:

… فَسْـَٔلُوْٓا اَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ

“…maka, bertanyalah kepada orang-orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (Q.S. al-Naḥl: 43)

Setelah bertanya, orang-orang yang tidak mengetahui tersebut diharuskan mengikuti orang yang mempunyai pengetahuan. Keharusan mengikuti di sini bukan hanya dalam praktik, namun juga dalam berpendapat. Ketika tidak memiliki pengetahuan yang memadai dalam suatu bidang, seseorang perlu merujuk pada orang lain dalam berpendapat agar tidak keliru.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *