Refleksi Terhadap Sistem Ekonomi Pancasila
Sistem perekonomian yang dianut Indonesia adalah sistem demokrasi ekonomi yang tertuang dalam Undang Undang Dasar 1945 pasal 33. Dalam pasal tersebut perekonomian Indonesia diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dan asas kekeluargaan. Dalam pasal tersebut juga disebutkan bahwa sektor sektor penting yang menyangkut hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
Dari uraian yang terdapat dalam UUD 1945 tersebut, dapat diketahui bahwa Indonesia tidak menerapkan sistem ekonomi liberal, yang mana dalam sistem ekonomi liberal atau sering disebut juga dengan sistem ekonomi kapitalis peran negara sangat minimal. pada Sistem Ekonomi kapitalis mekanisme pasarlah yang satu-satunya diyakini baik dan boleh bekerja di pasar. Negara hanya bertugas menjamin keamanan dan ketertiban, mengeluarkan uang, membangun infrastruktur dan menegakkan hukum.
Dengan demikian, Indonesia juga bukan negara penganut sistem ekonomi sosialis. Indonesia mengakui kepemilikan atas faktor-faktor produksi kecuali sumber daya, sumber daya yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Negara juga tidak berperan sebagai price setter (penentu harga) pada barang dan jasa yang dijual akan tetapi dikembalikan pada mekanisme pasar.
Sistem Ekonomi Pancasila Sebagai Sistem Perekonomian Indonesia
Istilah Sistem Ekonomi Pancasila pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Emil Salim pada tahun 1965, melalui sebuah artikel pendek yang dimuat di Harian Kompas tentang Sistem Ekonomi Pancasila. Namun tulisan tersebut tidak terlalu mendapat respon dari publik. Baru kemudian pada 1979 Emil Salim mengembangkan lebih lanjut gagasannya itu. Menurut Emil Salim, dalam perkembangannya sejak 1945, sistem ekonomi Indonesia bergerak dari kiri dan kekanan mengikuti gerak jarum jam. Mula-mula mengarah kepada haluan sosialis, tetapi kemudian berbalik ke kanan, ke haluan liberal. Sejak Orde Batu gerak jarum jam itu diusahakan untuk diseimbangkan, sehingga akhirnya pada akhir dasawarsa ’70-an dicapai titik keseimbangan menjadi Sistem Ekonomi Pancasila. Pemikiran itu dituangkan oleh Emil Salim dalam suatu artikelnya yang dimuat dalam jurnal ilmiah “Prisma”.
Konsep Sistem Ekonomi Pancasila mulai dikembangkan lebih serius sejak Seminar Nasional di Universitas Gadjah Mada Tahun 1980 yang dipimpin oleh Mubyarto-Boediono. Seminar itu sebenarnya lebih merupakan refleksi kritis terhadap sistem ekonomi yang berlaku sehingga termasuk menggugat teori-teori ekonomi yang konvensional, yang pada pokoknya dinilai bebas nilai. Cukup banyak sumbangan pemikiran yang dapat dihimpun baik dari kalangan dalam Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (FE-UGM) maupun kalangan luar. Dan kemudian cetusan gagasan yang bersifat menggebrak itu mendapat respon yang cukup luas dari kalangan akademisi dan intelektual.
Mubyarto memberikan beberapa ciri-ciri dari ekonomi Pancasila. Pertama, perekonomian digerakkan oleh rangsangan ekonomi, moral dan sosial., Kedua, keinginan yang kuat dari seluruh rakyat Indonesia untuk menciptakan pemerataan sosial sesuai nilai kemanusiaan. Ketiga, prioritas kebijaksanaan ekonomi adalah menciptakan perekonomian Indonesia yang tangguh dan memiliki jiwa nasionalisme tinggi. Keempat, koperasi adalah wadah paling konkret dari usaha bersama yang jadi dasar ekonomi Pancasila. Kelima, adanya perimbangan yang jelas dan tegas antara perencanaan di tingkat pemerintah pusat dan pelaksanaan di daerah untuk menciptakan keadilan sosial dan ekonomi.