Beauty Standard

Banyaknya bermunculan produk kecantikan menjadi salah satu alat untuk memuaskan manusia dalam memperindah dirinya. Bahkan, di Indonesia saja produk kecantikan sampai berjumlah puluhan. Ini juga menjadi salah satu pengaruh pergeseran kiblat kecantikan ke negara-negara Eropa hingga Asia Timur dan Selatan (Korea, Jepang, Cina, India, dan lainnya). Sebagaimana yang telah disebutkan oleh Ahmad Sarwat dalam bukunya Seri Fiqh Kehidupan Pernikahan, perempuan asal negara-negara tersebut memiliki ciri-ciri berkulit putih, halus, postur tubuh tinggi, hidung mancung, rambut lurus, dan lain sebagainya. Media sosial pun ikut serta memberikan konsep kecantikan dengan menampilkan perempuan yang dicap cantik, yakni perempuan dengan kulit putih, halus, postur tubuh tinggi, hidung mancung, dan rambut lurus. Hal ini mengakibatkan mayoritas perempuan yang tidak sesuai ciri-ciri tersebut mendapatkan komentar yang tidak nyaman terkait tubuhnya, baik di kehidupan nyata maupun dunia maya. Alasan ini menjadikan seorang perempuan tidak percaya diri (insecure) dan ingin mengubah bentuk tubuh yang telah ada.

Implikasi dari sosial media mengakibatkan tingkat insecurity semakin tinggi dan menjadikan orang-orang berlomba mengubah bentuk tubuhnya. Pengertian dari kata cantik harus diperjelas lagi karena setiap suku dan negara sudah memiliki standar kecantikan dengan kekhasannya masing-masing. Akan tetapi, tersebarnya standar kecantikan di media sosial mengakibatkan banyak perempuan ingin menyamakan dirinya dengan standar tersebut. Wanita Indonesia juga tak lepas dari fenomena ini, apalagi dengan kebiasaan netizen Indonesia yang sering ikut campur dalam urusan seseorang. Oleh sebab itu, sebagaimana telah disebutkan di atas, perlu ada penjelasan mengenai standar kecantikan sebagai bagian penting bagi perempuan.

Dekonstruksi Kecantikan

Indonesia dikenal akan keramahannya sehingga tidak heran apabila  penduduknya memiliki perhatian yang lebih terhadap orang lain. Namun, di antara banyaknya perhatian tersebut, terdapat perhatian terhadap hal-hal sensitif seperti keluarga, pasangan, hingga bentuk tubuh yang bisa mengakibatkan ketidakpercayaan diri (insecure).Indonesia sangat menjujung tinggi toleransi seperti pada teori civil society atau masyarakat madani dalam buku Pengantar Ilmu Politik karya Suryanto bahwa “Civil society memberikan penekanan pada ruang yang di mana individu dan kelompok masyarakat saling berinteraksi dalam semangat toleransi di suatu wilayah atau negara”. Perbedaan bentuk warna kulit maupun rambut dan sebagainya harusnya tetap menjadi sebuah keberagaman yang ada di Indonesia karena memang Indonesia terbentuk oleh keberagaman. Selain itu, perempuan juga termasuk bagian dari civil society sehingga harus tetap didukung dan diberikan ruang untuk mengekspresikan diri seperti memperbaiki perspektif mengenai kecantikan di masyarakat.

Baca Juga:  SAY NO TO KORUPSI

Harus diketahui dalam masalah kecantikan, Islam juga memiliki aturan. Islam memandang kecantikan dalam dua sisi, yakni jasmani dan rohani. Jika melihat pada KBBI, cantik berarti elok, molek (tentang wajah, muka perempuan), indah bentuk dan buatannya. Inner beauty atau kecantikan secara rohani, disebutkan oleh Muhammad Kamil Hasan al-Muhami adalah suasana batin yang mendorong seseorang menerima sesuatu dengan sepenuh hati karena telah tertanam rasa suka dalam jiwa. Sedangkan menurut Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim, kecantikan adalah sesuatu yang membuat manusia masyhurdan terangkat citranya, baik karena kecantikan akhlaknya, perilakunya, kekayaannya, maupun tubuhnya.

Beberapa lafal yang merepresentasikan makna kecantikan di dalam Al-Qur`an, seperti lafal al-jamāl (keindahan dan kecantikan), al-ḥusn (kebagusan dan kebaikan), al-bahjah (bagus dan cantik), ṭāba (baik dan menyenangkan), al-zinah (hiasan), dan al-hulfī (hiasan dan menghiasi). Ayat yang mengungkapkan tentang kecantikan  salah satunya ada pada surat al-Rahmān ayat 70:

فِيهِنَّ خَيْرَاتٌ حِسَانٌ

Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi jelita.

Al-Bayḍāwi dalam kitab tafsirnya yang berjudul Anwār al-Tanzīl wa Asrār al-Ta’wil menuliskan bahwa yang dimaksud lafaz خيرات dalam ayat tersebut adalah خَيِّرَات, kemudian di-takhfīf. Al-Bayḍāwi berpendapat demikian karena lafaz خير tidak di-jama’-kan seperti itu. Ada juga yang membacanya sesuai aslinya (tidak di-takhfīf). Sedangkan kata “jelita” berarti cantik parasnya dan juga akhlaknya. Selanjutnya pada surah al-Aḥzāb ayat 52 disebutkan:

لَّا يَحِلُّ لَكَ النِّسَاءُ مِن بَعْدُ وَلَا أَن تَبَدَّلَ بِهِنَّ مِنْ أَزْوَاجٍ وَلَوْ أَعْجَبَكَ حُسْنُهُنَّ إِلَّا مَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ رَّقِيبًا

Tidak halal bagimu mengawini perempuan-perempuan sesudah itu dan tidak boleh (pula) mengganti mereka dengan isteri-isteri (yang lain), meskipun kecantikannya menarik hatimu kecuali perempuan-perempuan (hamba sahaya) yang kamu miliki. Dan adalah Allah Maha Mengawasi segala sesuatu.

Baca Juga:  Menghentikan Praktik Pungli dan Mendorong Kebijakan yang Adil

Ayat ini adalah sebuah bentuk penghargaan terhadap istri-istri Nabi yang tetap memilih Allah dan Rasulullah ketika diberikan sebuah opsi untuk memilih. Karena keputusan mereka, Allah pun membatasi Rasulullah untuk hanya beristrikan mereka saja. Riwayat ini diambil dari Anas dalam Sunan al-Bayhaqi. Lafaz حُسْنُهُنَّ merepresentasikan kecantikan fisik murni perempuan-perempuan Quraisy. Kecantikan perempuan menjadi daya tarik tersendiri bagi laki-laki. Tertulis dalam jurnal al-I`jāz yang berjudul Ayat-Ayat Tentang Kecantikan di Dalam Al-Qur`an oleh Nevia Ika Utami dan Nailul Izzati, keduanya menyatakan bahwa ayat ini dimaksudkan seseorang bisa tergoda oleh kecantikan fisik perempuan serta Allah memberi balasan pahala dan keistimewaan terhadap istri-istri Rasulullah yang taat kepada Allah. Kedua ayat tersebut memberikan penjelasan mengenai kecantikan yang ada dalam diri seorang perempuan. Bukan hanya sekedar tentang fisik, tetapi kecantikan yang terpancar dari dalam diri perempuan atau yang zaman sekarang disebut dengan inner beauty. Kecantikan yang menjadi konsep dalam Islam tidak hanya apa yang terlihat dan apa yang menjadi standar kecantikan berupa paras serta rupa layaknya memiliki ciri-ciri berkulit putih, halus, postur tubuh tinggi, hidung mancung, rambut lurus, dan sebagainya. Sebagaimana yang telah disebutkan dalam Tafsīr al-Karīm al-Rahmān Fi Tafsir Kalam al-Manun karya Shaikh Abdurrahman bin Naṣir al-Sa’di pada surah al-Raḥmān ayat 70, bidadari yang baik sekaligus cantik-cantik adalah memiliki akhlak yang mulia dan wajah yang rupawan. Mereka telah mengumpulkan keindahan lahir dan batin serta keelokan bentuk penciptaan sekaligus akhlak. Sehingga jelas bahwasanya perempuan tidak hanya memiliki kecantikan rupa, melainkan juga harus memiliki akhlak yang baik. Jika perempuan sudah paham dengan konsep kecantikan dalam Islam, mereka tidak hanya berlomba untuk menjadi yang paling cantik. Mereka akan terus upgrade untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Hal tersebut akan membantu perempuan-perempuan yang memiliki rasa insecure menjadi lebih percaya diri dan menjadikan dirinya lebih berkualitas.

Oleh: Nesa Naila Ezza

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *