Paradigma Pemberdayaan Partisipatif dan Pengembangan Kapasitas dalam Mengatasi Kematian Petani Akibat Jebakan Tikus Listrik

  1. Kasus

Tepat pada tanggal 23 Mei 2024 lalu, terdapat kejadian menyedihkan yang dialami oleh warga di Desa Bringin, Kecamatan Bringin, Kabupaten Ngawi. Pada hari itu, salah satu warga mereka tewas mengenaskan akibat tersetrum jebakan tikus milik salah satu petani sesama warga disana. Petani yang menjadi milik jebakan tikus tersebut, akhirnya ditetapkan tersangka oleh Kapolres setempat. Padahal pihak Kapolres Ngawi sebenarnya sudah mengimbau untuk tidak menggunakan jebakan listrik untuk mengatasi hama tikus di sawah.

 Sebenarnya, sudah banyak kejadian petani ataupun masyarakat yang tewas akibat tersetrum jebakan tikus listrik ini. Para petani memilih jebakan listrik karena jebakan tikus satu ini lebih efektif dari pada metode penangkapan tikus lainnya. Padahal, ada metode penangkapan tikus yang lain seperti metode peng-gropyok-an, memakai obat, atau pembuatan rumah burung hantu di tengah sawah.

Ketika melihat kejadian masyarakat yang tewas akibat jebakan listrik ini, para petani yang memasangnya juga cukup menyesal. Akan tetapi, mau bagaimana lagi, metode satu ini menurut mereka lebih efektif dibanding metode penangkapan tikus lainnya. Karena maraknya kejadian seperti ini, baik petani, masyarakat lainnya, maupun pemerintah perlu memikirkan bagaimana cara mengatasi masalah tersebut.

Fenomena ini mencerminkan kondisi kritis di mana para petani yang merupakan pilar utama dalam sektor pertanian menghadapi risiko kematian tinggi akibat metode pengendalian hama yang tidak aman. Sebagai salah satu hama utama dalam pertanian, tikus sering kali merusak tanaman dan menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan bagi para petani. Untuk mengatasi masalah ini, banyak petani yang menggunakan jebakan tikus sebagai solusi. Sayangnya, kurangnya pengetahuan dan alat yang aman telah mengakibatkan sejumlah insiden fatal.

Peristiwa tragis ini menyoroti pentingnya pendekatan yang lebih holistik dan berkelanjutan dalam mengatasi masalah hama di sektor pertanian. Tidak hanya sekedar menyediakan alat dan metode pengendalian hama, tetapi juga perlu adanya pemberdayaan komunitas petani agar mereka memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sumber daya yang memadai untuk mengatasi masalah ini dengan cara yang aman dan efektif.

Baca Juga:  RESOLUSI ARAB SPRINGS: KEBEBASAN PERS SEBAGAI PENGUATAN DEMOKRASI DI TUNISIA

Berdasarkan permasalahan di atas, penulis beranggapan perlu adanya pemberdayaan masyarakat yang dilakukan. Baik itu dari pihak pemerintah maupun masyarakat sendiri. Tujuan dari adanya pemberdayaan masyarakat tersebut adalah agar kejadian seperti itu tidak terulang kembali dan petani bisa lebih aman dan nyaman dalam melakukan pekerjaannya.

Dalam pemberdayaan masyarakat, terdapat beberapa paradigma yang dapat digunakan. Namun, penulis berpendapat bahwa paradigma yang paling tepat adalah paradigma partisipatif dan pengembangan kapasitas masyarakat. Hal ini didasarkan pada pemahaman bahwa permasalahan tersebut muncul akibat kurangnya pengetahuan petani serta keterbatasan variasi solusi yang dimiliki oleh mereka. Dengan pendekatan partisipatif, petani dapat terlibat secara aktif dalam proses identifikasi masalah dan pengambilan keputusan. Sementara itu, melalui pengembangan kapasitas, petani dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru untuk mengatasi masalah secara lebih efektif.

B. Penyelesaian

Paradigma partisipatif dan paradigma pengembangan kapasitas merupakan dua diantara sekian paradigma untuk pendekatan kepada masyarakat. Penulis beranggapan jika dengan menggunakan kedua paradigma kita bisa lebih mudah untuk mengatasi peristiwa tewasnya petani karena jebakan tikus listrik.

Paradigma partisipatif merupakan salah satu paradigma yang menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama dalam pembangunan. Masyarakat tingkat bawah ditempatkan pada posisi perencana dan penentu dalam kebijakan dalam pembangunan mereka. Model ini berupaya untuk menggali setiap potensi dan gagasan yang dimiliki oleh masyarakat dalam pembangunan desa dengan cara gotong royong. Pada gotong royong ini, masyarakat diharapkan punya pemikiran jika kegiatan ini dilakukan untuk kepentingan mereka. Dengan demikian, mereka punya rencana yang baik untuk diri mereka masing-masing.

Di samping itu, ada juga paradigma pengembangan kapasitas. Acuan dalam paradigma ini ialah setiap individu, kelompok, organisasi, kelembagaan dan masyarakat diharapkan bisa mengembangkan kemampuan baik secara individu maupun kolektif. Tujuan paradigma ini untuk melaksanakan fungsi mereka menyelesaikan masalah dan mencapai tujuan secara mandiri. Fokus paradigma ini ialah untuk pengembangan pada setiap sektor pemerintah daerah dalam menjalankan fungsi dan menyelesaikan masalah.

Baca Juga:  Santri Menulis di Media Sosial untuk Meningkatkan Literasi di Indonesia

Berdasarkan uraian tentang kedua paradigma di atas, sudah tepat sekali menurut penulis jika kedua paradigma tersebut digabungkan. Kolaborasi kedua paradigma tersebut menghasilkan dua langkah aplikatif. Pertama, meminta petani untuk ikut terlibat dalam proses pengambilan keputusan dan solusi yang lebih baik. Lewat diskusi antara sesama petani, diharapkan mereka bisa berbagi pengalaman dan tantangan akan hama tikus yang mereka hadapi dengan menggunakan jebakan listrik. Tujuan diadakan diskusi sesama petani adalah ditemukannya penyelesaian yang lebih tepat sasaran dan sesuai kebutuhan mereka.

Walaupun demikian, edukasi dan peningkatan kesadaran menjadi kunci atas risiko kematian yang disebabkan jebakan tikus listrik. Edukasi tentang pentingnya keamanan dalam penggunaan jebakan listrik tersebut sangat diperlukan. Di samping itu, perlu juga adanya komunitas yang menginformasikan bahaya penggunaan jebakan listirik dan mengenalkan alternatif yang lebih aman.

Kedua, lewat paradigma pengembangan kapasitas, masyarakat nanti dikenalkan dengan penerapan teknologi pengendalian hama yang lebih aman dan ramah lingkungan. Contoh alternatif yang bisa dilakukan ialah dengan menggunakan bubuk cabai yang dapat mengusir tikus tanpa merusak lingkungan. Ada juga teknologi inovatif lainnya yakni dengan perangkat ultrasonik yang dapat diuji dan dikembangkan sebagai pengganti jebakan tikus listrik. Kerjasama multisektoral antara pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, akademisi, dan sektor swasta sangat penting untuk mendukung implementasi solusi yang aman dan berkelanjutan. Pemerintah dapat berperan dengan mengeluarkan regulasi yang melarang atau mengatur penggunaan jebakan tikus listrik serta menyediakan subsidi atau insentif bagi petani yang beralih ke metode pengendalian hama yang lebih aman.

Oleh: Badrudin Farhan Maqoshidana

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *