Dampak Artificial Intelligence (AI) Terhadap Literasi di Era Society 5.0

dampak

Seiring adanya perubahan dan perkembangan teknologi digital yang semakin pesat mengharuskan manusia dapat menyeimbangkan kehidupannya, atau yang sekarang lebih kerap disebut dengan era society 5.0. Era society 5.0 pertama kali dikenalkan Jepang pada tahun 2018 dengan mengusung konsep masyarakat tentang penyeimbangan atas permasalahan sosial dan kemajuan ekonomi melalui sistem integrasi antara dunia maya dan fisik. Di era ini lebih mengutamakan integrasi Artificial Intelligence (AI) dan robotika.1 Artificial Intelligence (AI) ialah sebuah teknologi yang memungkinkan sistem komputer, perangkat lunak, program dan robot untuk berpikir cerdas layaknya manusia. Teknologi ini melibatkan simulasi kecerdasan manusia dalam menjalankan programnya, sehingga menyebabkan AI semakin banyak dieksplor dan dikembangkan oleh para ilmuan dan praktisi teknologi informasi.2

AI dapat diterapkan pada berbagai bidang dalam kehidupan masyarakat, salah satunya pada bidang pendidikan. Pada bidang pendidikan, eksistensi literasi selalu digaungkan supaya dapat meningkatkan taraf pendidikan di suatu masyarakat. Eksistensi literasi di Indonesia terbilang masih rendah. Hal ini diungkapkan melalui hasil survei PISA (Program for International Student Assesment) yang dirilis oleh OECD (Organisation for Economic Cooperation and Development) menyatakan bahwa Indonesia menempati peringkat ke-62 dari 70 negara dalam hal literasi.3 Rendahnya tingkat literasi di Indonesia dipengaruhi beberapa faktor, sebagai berikut pertama, karena kegiatan membaca belum ditumbuhkan menjadi sebuah habit, tetapi hanya digunakan untuk menghabiskan waktu. Kedua, fasilitas dan infrastruktur yang tersedia kurang mencukupi dan mendukung kegiatan literasi bagi masyarakat secara umum, seperti koleksi buku yang kurang bervariasi dan tidak mengikuti perkembangan zaman serta kondisi perpustakaan yang dirasa kurang nyaman dan menarik digunakan. Ketiga, kemampuan daya beli masyarakat terhadap buku yang belum menyeluruh, sebab buku masih dianggap suatu barang yang memiliki nilai harga tinggi. Keempat, faktor penggunaan teknologi informasi elektronik yang semakin canggih membuat eksistensi penggunaan buku cetak semakin menurun, sebab mesin pencarian daring seperti google, Yahoo dan lain-lain dinilai lebih mudah, cepat dan praktis digunakan.4

Penerapan AI dalam literasi memiliki berbagai tantangan,5 yaitu pertama, keterbatasan kemampuan AI dalam memahami input berupa bahasa manusia, sehingga AI tidak bisa memberikan umpan balik secara natural kepada penggunanya. Hal ini didasarkan karena kesukaran AI dalam menangkap makna tersirat yang di-input manusia, seperti kalimat ambigu, humor, ironi, atau metafora yang biasa manusia gunakan. AI juga tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman pribadi seperti halnya manusia yang dapat memengaruhi pemahaman dan penalaran abstrak terhadap suatu teks secara kontekstual. Di samping itu, AI tidak memiliki kemampuan merasakan emosi dan empati seperti manusia, sehingga menimbulkan kurangnya rasa sensitif terhadap nuansa emosional. Kemudian, AI memiliki keterbatasan dalam memproses beberapa bahasa manusia seperti dialek, slang, bahasa non-verbal dan non-formal yang menjadi bahasa percakapan sehari- hari manusia.

Baca Juga:  Dr. KH. Abdul Ghofur Maimoen, MA:“ Kita Ingin Hidup di Posisi Tengah yang Arif ” dalam Acara Malam Puncak SEMAR X STAI Al-Anwar

Kedua, dapat menimbulkan ancaman terhadap privasi dan keamanan data pengguna plattform literasi digital. AI membutuhkan data penggunanya untuk meningkatkan kinerjanya. AI menghimpun berbagai informasi pribadi pengguna, seperti preferensi membaca, topik bacaan yang diminati, dan pola perilaku online. Tapi, data pribadi pengguna yang tidak diatur dengan baik dapat menyebabkan penyalahgunaan bahkan pencurian data pribadi pengguna. AI juga rentan terhadap serangan cyber, seperti hacking, malware, atau serangan phishing. Ancaman-ancaman ini dapat diatasi dengan pengadaan edukasi terkait urgensi menjaga privasi dan keamanan data pribadi, pengelolaan data pribadi pengguna sesuai dengan regulasi privasi data yang berlaku, dan meningkatkan sistem keamanan platform literasi digital untuk melindungi informasi pengguna dari serangan cyber.

Ketiga, penelitian dan pengembangan AI memerlukan biaya yang tinggi, sebab penelitian dan pengembangan AI membutuhkan para ahli dalam berbagai bidang seperti ilmu komputerisasi, matematika, statistic, kecerdasan buatan, dan lain sebagainya. Merekrut dan mempertahankan tenaga ahli memerlukan biaya yang tinggi lantaran persaingan tenaga kerja yang ketat. Pengembangan AI memerlukan infrastruktur dan fasilitas komputasi yang canggih, kuat, tepat, dan efisien. Pembelian, pengoperasian, dan pemeliharaan infrastruktur dan fasilitas komputasi membutuhkan biaya yang tinggi. AI membutuhkan data dengan kualitas tinggi, sehingga proses pengumpulan, pembersihan, dan pengelolaan data memerlukan biaya tinggi. Keterlibatan penelitian dan pengembangan algoritma baru membutuhkan investasi waktu dan sumber daya yang besar. Kemudian, uji coba, evaluasi, dan validasi perlu dilakukan secara menyeluruh untuk memastikan kinerjanya berjalan dengan baik. Selanjutnya, perlunya memperhatikan regulasi, etika, dan kepatuhan hukum terkait privasi dan keamanan data pribadi pengguna. Sedangkan pada aspek psikomotorik, memungkinkan manusia mengalami penurunan kemampuan fisik dan ketangkasan gerak.

Keempat, AI memilliki pengaruh terhadap penurunan aspek afektif, kognitif, dan psikomotorik manusia jika penggunaan AI terlalu dominan daripada penggunaan kemampuan manusia itu sendiri. Pada aspek afektif, memungkinkan manusia kehilangan kemampuan mengenali dan mengelola emosi diri sendiri dan orang lain. Pada aspek kognitif, memungkinkan manusia kehilangan kemampuan untuk mencari informasi sendiri, mengingat, memahami informasi dengan cermat, berpikir kritis, memecahkan berbagai masalah secara mandiri, dan mengembangkan kreativitasnya.

Kelima, penggunaan teknologi digital yang sudah menjadi salah satu kebutuhan dalam hidup, dapat berpotensi menimbulkan ketergantungan bagi penggunanya, sehingga potensi gangguan kesehatan mental seperti gejala kecemasan, depresi, kesepian, kegelisahan, dan gangguan tidur dapat saja terjadi. Selain itu, dapat menimbulkan gangguan perilaku seperti, obsesi kebutuhan penggunaan internet yang terlalu besar dan hilangnya kendali terhadap penggunaan teknologi atau biasa disebut dengan kecanduan teknologi.

Baca Juga:  Bersama Buku Aku Mampu

Keenam, AI dapat menurunkan tingkat penjualan buku cetak karena harga buku cetak yang dinilai tinggi dan tidak semua kalangan masyarakat dapat membelinya, serta penggunaan e-book dinilai lebih rendah harganya bahkan pada beberapa e-book bisa didapatkan secara gratis. E-book juga lebih praktis digunakan, sebab seseorang dapat membacanya kapan dan dimana saja. Hal ini membuat beberapa penulis beralih untuk menulis di platform literasi digital, misalnya google books, wattpad, goodreads, dan lain sebagainya. Namun di sisi lain, eksistensi buku cetak masih tetap ada, sebab beberapa orang lebih menyukai suasana membaca buku cetak yang dinilai lebih dapat memberikan kontribusi kepada para penulis, penerbit, dan pihak-pihak yang terkait pencetakan buku.

Kesimpulan

Pentingnya mendorong dan mendukung gerakan literasi pada setiap elemen masyarakat. Melalui perkembangan zaman yang semakin pesat, banyak hal baru yang dapat mendukung kegiatan literasi. Sebab literasi tidak selalu mengenai membaca, menulis, mengamati, dan mengapresiasi secara fisik saja, namun pada era society 5.0 ini dapat dilakukan literasi digital. Kolaborasi literasi digital dan Artificial Intelligence (AI) memberikan dampak yang dapat dirasakan langsung oleh penggunanya. Pentingnya kebijaksanaan dalam mengelola setiap teknologi yang kita gunakan untuk meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan dari teknologi yang kita gunakan.

Oleh: Elok Maghfiroh Fitriani (Juara 2 Lomba Esai Pekan Pustaka V)

1 Limya Oktavianni, “Society 5.0: Masyarakat Super Cerdas, Definisi dan Penerapannya” dalam Society 5.0: Masyarakat Superansr Cerdas, Definisi dan Penerapannya (dicoding.com) diakses pada 21 Februari 2024.

2 Edwin Setiawan, Adi Pramana Putra, Muhammad Saesar Fajar Almunfasir dan R. Andhika Prabu, “Kecerdasan Buatan pada Perpustakaan Sebagai Wajah Baru Literasi: Kajian Pustaka”, Jurnal AI dan SPK: Jurnal Artificial Intelligence dan Sistem Penunjang Keputusan (2023), I (1), 93-94.

3 Rayhan Parady dan Andrew Fangidae, “Sinergi Pemerintah Pusat dalam Menanggulangi Darurat Literasi” dalam Pendidikan dan Kebudayaan » Republik Indonesia (kemdikbud.go.id) diakses pada 21 Februari 2024.

4 Dinasty Prameswari, “Rendahnya Budaya Literasi Masyarakat Indonesia di Era Digital” dalam Rendahnya Budaya Literasi Masyarakat Indonesia di Era Digital | Jurnalpost diakses pada 21 Februari 2024.
5 Eka Suryokta W. Taruklimbong dan Hotmaulina Sitohang, “Peluang dan Tantangan Penggunaan AI (Artificial Intelligence) dalam Pembelajara Kimia, Jurnal Pendidikan Tambusai (2023), VII (3), 26752- 26753.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *