SAY NO TO KORUPSI

Korupsi
  1. Pendahuluan

Sejak tahun lima puluhan, problem terkait korupsi menjadi topik pembicaraan serius di Indonesia. Korupsi seolah telah menjadi budaya yang mendarah daging dikarenakan jumlah korupsi pertahun selalu meningkat. Layaknya kanker, korupsi menghambat pembangunan nasional karena keuangan Negara tergerogoti. (Jahja, 2012)  Nampaknya para penegak hukum kehabisan akal dalam memecahkan problem tersebut. Setelah ditelisik didapatkan bahwa hampir semua elite politik, petinggi hukum dan pengusaha tersungkur dalam kasus korupsi. Hal itu tentu saja mencengangkan banyak orang. Bagaiamana tidak.meraka yang menggugat politik, faktanya merekalah yang menjadi kisaran putting korupsi tersebut.  (Hamzah, 2012)

Kasus cicak versus buaya (KPK dan Polri) yang pernah booming telah menyeret nama Chandra M. Hamzah sebagai wakil ketua KPK saat itu. Tuduhan yang dilemparkan kepada Chandra saat itu sebagai penerima suap dari para koruptor dan penyelewengan kewenangan. Selain kasus dari para pejabat yang melakukan tindak pidana korupsi terdapat kasus dari tokoh agama, misalnya mantan Kepala Dinas Syariat Islam ditahan karena makan uang santri. Menelisik kasus-kasus tersebut dan banyak kasus lainnya, dapat dipahami bahwa seorang yang ahli hukum/pengetahuan dan paham agama belum tentu terbebas dari perbuatan tercela.

Korupsi di Indonesia terjadi pada segala kalangan dan semua sektor. Selain hal yang telah disebutkan, tanpa disadari sebenarnya korupsi telah dipraktikkan sejak kecil. Misalnya untuk membayar SPP sekolah seseorang yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar dalam meminta uang kepada orang tuanya melebihkan dari jumlah sebenarnya dengan tujuan tertentu. Mengingat praktik korupsi telah diterapkan banyak orang baik tua maupun muda, maka sangat diperlukan pendidikan sejak dini terkait tidak KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme).

  1. Korupsi: Pengertian, Faktor dan Dampak
Baca Juga:  Pemanfaatan Teknologi Digital Oleh Generasi Muda Menuju Pendidikan Indonesia yang Lebih Baik Melalui Edukasi Parenting

Korupsi merupakan peristiwa universal yang terjadi di seluruh dunia termasuk Indonesia. Istilah korupsi muncul dalam beberapa bahasa seperti Inggris yaitu corruption dan corrupt. Sedangkan di Belanda korupsi menggunakan istilah coruptie dan di Prancis dengan istilah corruption. KBBI sendiri dalam memaknai korupsi atau resuah (sebutan korupsi di negeri Jiran) sebagai penyelewengan atau penggelapan uang untuk kepentingan pribadi atau orang lain. Uang yang dimaksud dalam hal ini adalah uang Negara atau perusahaan. (Kebudayaan, 1986)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam 13 pasal UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 mendefinisikan korupsi sebagai penyalahgunaan wewenang. UU tersebut menyebutkan tindak pidana korupsi meliputi 30 bentuk/jenis  yang dikelompokkan menjadi tujuh macam yaitu: Kerugian negara (2 bentuk dalam 2 pasal), suap-menyuap (12 bentuk dalam 6 pasal), penggelapan dalam jabatan (5 bentuk dalam 3 pasal), perbuatan pemerasan (3 bentuk dalam 1 pasal), perbuatan curang (6 bentuk dalam 2 pasal),  benturan kepentingan dalam pengadaan (1 bentuk dalam 1 pasal) dan  gratifikasi (1 bentuk dalam 1 pasal). Selain tujuh klasifikasi tersebut yang berhubungan langsung dengan korupsi  ada juga yang tidak langsung berkaitan dengan tindak pidana korupsi, yaitu: berusaha menghalangi pemeriksaan perkara korupsi, tidak memberikan keterangan yang benar, bank yang menyembunyikan keterangan rekening tersangka, saksi atau ahli yang menyembunyikan keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, orang yang memegang rahasia jabatan yang menyembunyikan keterangan yang benar, dan saksi yang memberikan keterangan tentang identitas pelapor. (Fathoni, 2019)

Secara umum faktor yang menyebabkan seseorang melakukan tindak pidana korupsi yaitu sebagai berikut:

  1. Faktor lingkungan

Telah diakui bahwa faktor lingkungan sangat mempengaruhi suatu hal. Orang yang nampak baik belum tentu baik. Maka berhati-hatilah dalam bergaul. Jangan langsung percaya terhadap suatu hal, periksalah terlebih dahulu kebenarannya.

  1. Faktor keimanan
Baca Juga:  Pesakitan Ingatan

Telah disepakati bahwa tidak ada satu agama pun yang membolehkan adanya korupsi. Seseorang yang berkuasa biasanya lupa akan hakikat dirinya yang lemah  dan lupa akan Tuhannya. Maka dari itu seseorang berani untuk korupsi yang dilarang dalam agama.

  1. Faktor keadaan

Keadaan sulit biasanya menjadikan seseorang berbuat negative seperti korupsi. Namun hal ini hanya sebagian kecil, karena kebanyakan yang melakukan tindak pidana korupsi adalah mereka para penguasa yang sukses dan berkuasa.

Selain faktor di atas penyebab korupsi mengakar di Indonesia adalah sebagai berikut:

  1. Hukuman yang ringan yang menyebabkan koruptor tidak jera
  2. Pengawasan yang tidak efektif
  3. Pejabat yang serakah
  4. Tidak ada keteladanan pemimpin
  5. Budaya masyarakat yang mengakar
  6. Sistem penyelenggaraan Negara yang keliru
  7. Kemiskinan dan ketidaksamaan

Sedangkan dampak negatif dari korupsi, sebagaimana dikutip oleh Wibowo yaitu: rakyat tidak mempercayai pemerintah, ketidakefisienan,  ketidakstabilan politik, terjadi pemborosan sumber-sumber dan pemasukan negara, tidak mendorong perusahaan untuk berusaha terutama perusahaan asing, kebijaksanaan pemerintah mengalami pembatasan, dan tidak represif. (Wibowo, 2013). Korupsi banyak menimbulkan kerugian yang sifatnya materiil maupun immateriil. Kerugian yang sifatnya materiil yaitu kerugian pada keuangan negara sedangkan yang bersifat immateriil yaitu kerugian pada moralitas dan mental bangsa Indonesia yang pada akhirnya akan sulit untuk dibenahi. Dampak dari korupsi secara umum merugikan Negara, merusak asas kebersamaan serta membuat lambatnya pencapaian tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *