Posisi Perkataan dan Konten Influencer Dakwah sebagai Argumen dalam Diskusi di Media Sosial

konten

Kedudukan Perkataan Influencer Dakwah dalam Diskusi di Media Sosial

Sebagai orang yang dipercaya dan diikuti oleh banyak orang, apa saja yang terkait dengan seorang influencer pasti memiliki pengaruh yang besar. Tindakan dan perkataan seorang influencer dakwah sering dijadikan argumen, terutama di media sosial. Banyak orang yang menggunakan perkataan seorang influencer dakwah sebagai argumen dalam diskusi. Contohnya adalah diskusi yang terjadi di kolom komentar postingan akun Instagram Ustazah Halimah Alaydrus tentang amalan bulan Rajab.

Dalam kolom komentar postingan tersebut, setidaknya terdapat lima influencer dakwah yang perkataan dan kontennya dijadikan sebagai argumen. Yang pertama adalah Ustazah Halimah Alaydrus sendiri. Beberapa pengguna menjawab pengguna lain yang meminta dalil dengan mengatakan bahwa apa yang disampaikan oleh Ustazah Halimah sudah cukup sebagai landasan untuk melakukan amalan di bulan Rajab tersebut. Orang-orang tidak perlu mempertanyakan ada-tidaknya dalil untuk amalan tersebut karena apa yang disampaikan oleh Ustazah Halimah tidak mungkin ngawur.

Pengguna yang meminta dalil menolak jawaban tersebut sambil mengutip perkataan Ustaz Adi Hidayat. Dalam sebuah kesempatan, Ustaz Adi Hidayat menjelaskan bahwa hadis yang menjelaskan tentang pahala khusus dari puasa Rajab merupakan hadis yang sangat palsu. Saking palsunya, seandainya seseorang mencari di kitab-kitab hadis palsu pun, ia tidak akan menemukannya. Oleh pengguna yang meminta dalil tadi, penjelasan ini dijadikan landasan untuk berpendapat bahwa amalan-amalan khusus di bulan Rajab itu tidak memiliki dalil yang kuat. Bahkan, dalil dari amalan khusus tersebut justru bermasalah sehingga tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukannya.

Ada juga pengguna lain yang mengatakan, persoalan tersebut sudah dijelaskan oleh Syaikh ‘Abd al-Raḥman al-Sudays dalam sebuah video yang diunggah oleh akun Instagram @fawaidharamain. Dalam video yang dimaksud, Syaikh al-Sudays menyatakan bahwa status hadis yang dijadikan dalil untuk amalan khusus bulan Rajab tidak ada yang sahih, hasan, maupun daif. Video tersebut lalu dijadikan argumen ketiadaan dalil yang kuat untuk amalan khusus bulan Rajab serta membantah pengkhususan waktu dan hitungan amalan di bulan Rajab.

Baca Juga:  STAI Al-Anwar Sarang dan Pengurus PP Al-Anwar 3 Selaraskan Program pada Musyawarah Kerja Ormawa

Selain tiga tokoh tersebut, ada juga influencer dakwah lain yang kontennya dijadikan sebagai argumen dalam diskusi tersebut. Salah seorang pengguna bercerita di kolom komentar postingan Ustazah Halimah bahwa ia batal mengikuti amalan yang tertulis di postingan tersebut karena melihat konten dari akun Instagram @hadits_lemah. Dalam salah satu postingannya, akun tersebut menjelaskan bahwa amalan-amalan khusus di bulan Rajab tidak memiliki asal sama sekali. Postingan tersebut juga dijadikan argumen untuk menunjukkan ketiadaan dalil bagi amalan khusus di bulan Rajab.

Influencer dakwah terakhir dalam diskusi ini adalah Lora Ismael al-Kholilie. Selain perkataannya dijadikan argumen, ia juga terjun langsung di kolom komentar tersebut dengan menyebutkan dalil-dalil untuk amalan khusus di bulan Rajab. Lora Ismael menjelaskan status hadis yang menjadi dalil untuk amalan tersebut dengan merujuk pada data sekunder berupa kitab karya Imam Ibn Ḥajar al-‘Asqalānī. Meski tidak mengutip sedikit pun penjelasan Lora Ismael, para pendukung ini menjadikan penjelasan tersebut sebagai argumen untuk membantah anggapan ketiadaan dalil yang kuat untuk amalan tersebut. Mereka juga meminta para pengguna yang mencari dalil untuk membaca penjelasan Lora Ismael.

Berdasarkan klasifikasi pegangan yang sudah disebutkan di atas, perkataan dan konten lima influencer dakwah ini termasuk data tersier. Data ini biasa digunakan oleh orang awam yang belum mampu mendapat pemahaman dari data primer maupun sekunder. Kebanyakan pengguna media sosial memilih perkataan dan konten influencer dakwah sebagai argumen karena ia lebih mudah diakses dan dipahami semua orang.

Perkataan dan konten influencer dakwah memiliki otoritas lebih jika dibandingkan dengan opini pribadi pengguna media sosial yang belum jelas kredibilitasnya. Orang akan lebih mudah menerima argumen yang berasal dari tokoh yang kredibel seperti influencer dakwah daripada opini pribadi seorang pengguna media sosial yang tidak memiliki pengikut. Oleh karena itu, perkataan dan konten influencer dakwah dipilih sebagai argumen. Dengan demikian, lawan diskusinya diharapkan dapat menerima pendapat yang ia bawa sehingga kesepakatan atas suatu persoalan dapat tercapai.

Baca Juga:  Penerapan Nilai Sila Kedua Pancasila untuk Pemberantasan Korupsi

Oleh: Abdalwahab Mujtaba

Daftar Pustaka

Būṭī (al), Muḥammad Sa’īd Ramaḍān. Allā Madhhabiyyah Akhṭaru Bid’ah Tuhaddidu al-Sharī’ah al-Islāmiyyah. Suriah: Dar al-Farabi, 2005.

Saputra, Irwansyah. Tutorial Berpikir Benar untuk Pemula. Malang: CV. Multimedia Edukasi, 2020.

Zaid, Jana Fedtke, Don Donghee Shin, Abdelmalek El Kadoussi, Mohammed Ibahrine, Bouziane. “Digital Islam and Muslim Millennials: How Social Media Influencers Reimagine Religious Authority and Islamic Practices”. Religion, 335, 2022.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *