Menikmati Hidup: Seni Menemukan Kebahagiaan Dalam Hal-Hal Sederhana

Judul Buku asli                : Istamti’ bi Hayatika

Judul Buku terjemahan    : Enjoy your life

Pengarang                        : Muhammad Ibn Abdurrahman al-‘Areifi

Penerjemah                      : Zulfi Askar

Penerbit                            : Qisthi Press

Kota Terbit                      : Jakarta

Tahun Terbit                    : 2021

Tebal                                : 582 Halaman

Enjoy Your Life adalah sebuah karya yang sangat indah dari goresan pena Muhammad bin Abdurrahman al-Areifi atau yang lebih dikenal Muhammad al-‘Areifi. Ia  bukan hanya seorang penulis tapi juga seorang ulama dan da’i dari Arab Saudi. Muhammad al-‘Areifi lahir pada 15 Juli 1970 di Riyad, Arab Saudi. Pendidikan sarjananya ia selesaikan di Universitas King Saud. Buku ini merupakan terjemahan dari kitab Istamti’ bi Hayatika.

Dalam pendahuluannya, penulis menegaskan bahwasanya sebelum buku ini terbit, dirinya sudah menulis hampir dua puluh judul buku. Bahkan, ada dua judul yang dicetak sampai dua juta eksemplar. Meskipun demikian, buku yang paling berharga dan menjadi favorit penulis adalah buku Enjoy Your Life. Ia merasa telah mencurahkan seluruh pengalaman hidupnya sebagaimana ia sampaikan dalam kalimat “Saya tulis kalimat demi kalimat dengan tinta yang mengalir bersama aliran darahku”.

Menariknya buku ini bisa kita lihat pada proses penulisannya. Buku ini tidak lahir dalam waktu sebulan atau setahun. Akan tetapi, ia merupakan hasil perenungan, pengamatan, penelitian, dan praktek penulis selama dua puluh tahun lebih. Pengalaman, pengamatan dan penelitian ini dipadukan dengan kisah-kisah inspiratif dari kehidupan Rasulullah sehingga membuat buku ini terlihat indah dan dapat menuntun para pembaca menjalani serta menghadapi kehidupan secara islami.

Selain itu, buku ini juga  mengulas tentang cara dan teknik yang baik dalam bergaul dengan orang lain. Salah satu seni berintraksi yang di sajikan penulis dalam buku ini adalah “Bersikap lembutlah pada pertemuan pertama”. Dalam kehidupan bersosial, tak jarang kita kebingungan bagaimana cara berinteraksi dan mengobrol dengan berbagai macam watak, perangai, dan latar belakang sosial. Bahkan, sekadar menyapa saja kita sungkan dan bingung bagaimana caranya. Setelah menyingkap lembar demi lembar buku ini, kebingungan mengenai bagaimana cara berinteraksi dengan orang lain akan terjawab.

Penulis juga menyajikan sebuah kejadian yang menarik, yaitu ada beberapa perwira tinggi militer dikirim ke Amerika Serikat untuk mengikuti pelatihan tentang manejemen interaksi kerja. Pada hari pertama, mereka hadir lebih awal dan menunggu kedatangan mentor dengan saling berbincang dan berkenalan satu sama lain. Setelah beberapa saat kemudian seorang mentor memasuki ruangan. Mereka semua pun terdiam tak bergerak sedikitpun, kecuali ada satu peserta yang masih tersenyum-tersenyum ringan. Sang mentor yang melihat peserta tersebut tertawa langsung membentaknya seraya bertanya,

“Mengapa anda tertawa?”

“Maaf, saya tidak tertawa,” jawabnya dengan serba salah. Namun, si mentor membantahnya,

“Tidak anda bener-bener sedang tertawa,” ujarnya dengan tegas.

Si mentor kemudian memarahi peserta tersebut dan berkata,

“Anda bukanlah seorang yang serius dan bersungguh-sungguh. Sebaiknya, Anda pulang menemui keluarga Anda. Saya sama sekali tidak suka mengajar orang seperti Anda,” ucapnya dengan nada sinis penuh dengan emosi. Lalu, sang mentor menunjuk ke arah pintu dan berkata dengan keras kepadanya,

“KELUARR…!”

Setelah peserta itu keluar, sang mentor kembali menatap peserta lainya dangan mengenalkan diri,

“Saya Doktor Fulan. Sebelum menyampaikan materi, saya meminta kepada Anda semua untuk mengisi angket ini tanpa menuliskan nama kalian.”

Kemudian, sang mentor membagikan angket yang berisi beberapa pertanyaan. Salah satu pertanyaannya adalah “Apa pendapat anda tentang sikap dan perilaku mentor anda ?”. Pertanyaan tersebut memiliki pilihan jawaban berikut: a). Baik sekali b). Baik c). Cukup d). Kurang. Semua peserta mulai mengisi angket tersebut dan mengumpulkannya. Setelah semua peserta menjawab angket, hasil dari angket adalah banyak peserta yang menjawab “Kurang”. Kemudian, si mentor meletakkan lembar jawaban tersebut di samping mejanya dan mulai menjelaskan materi mengenai seni bergaul dengan orang lain di lingkungan kerja.

Setelah beberapa kalimat, si mentor berhenti sesaat dan berkata, “O, mengapa kita menghalangi teman kita tadi untuk mengambil manfaat dari materi ini?”. Kemudian, si mentor keluar dan menemui peserta yang diusir tadi dan mempersilakannya untuk duduk seraya berkata, “Maafkan saya. Tadi saya memang lagi mempunyai sedikit masalah pribadi. Karena itu, sekali lagi saya mohon maaf karena telah menumpahkan kemarahan saya kepada anda.”

Si mentor kemudian beberapa kali melemparkan gurauan dan senyuman kepada peserta yang membuat suasana dalam ruangan kembali cair dan penuh semangat. Kemudian, si mentor berkata “Karena teman kalian satu ini belum mengisi angket, bagaimana kalau kita mengisi ulang jawaban angket tadi?” Si mentor lalu membagikan kembali angket tersebut dengan pertanyaan yang sama.

Tanpa disangka, jawaban pada angket yang kedua tidak ada yang menjawab “Kurang” ataupun “Cukup”. Semuanya memilih antara “Baik Sekali” dan “Baik”. Maka, si mentor tersenyum dan berkata, “Apa yang kalian lihat pertama kali adalah contoh interaksi yang buruk antara pimpinan dan karyawannya. Saya memarahi teman kalian di awal tadi hanya sekedar sebuah contoh yang ingin saya tunjukan kepada kalian. Dan saya sekali lagi memohon maaf bila teman kalian harus menjadi korban untuk menjelaskan materi ini.”

Dengan demikian, pertemuan pertama akan membentuk 70% dari persepsi orang tentang diri Anda. Kesan pertama biasanya sangat kuat dan dapat bersifat positif atau negatif tergantung pada interaksi, penampilan, serta sikap yang ditunjukkan oleh masing-masing pihak. Ekspresi wajah dan nada suara juga memainkan peran penting dalam membentuk kesan awal. Maka jadikan, setiap pertemuan terasa seperti pertemuan pertama dan terakhir kalinya antara dirimu dan dia. Dengan demikian, kita tertuntut untuk selalu menampilkan hal-hal yang positif.

Oleh: Muhammad Candra

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *