Soal Sikap Walkout Dema, Begini Tanggapan Sema

Sarang, Narasi Garda Pena – Sidang paripurna laporan pertanggungjawaban (LPJ) yang telah dilaksanakan Senat Mahasiswa (Sema) periode 2021-2022 pada Sabtu (5/11) berujung pada pernyataan sikap walkout Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) yang ditengarai oleh tiga pernyataan keberatan yang disampaikan dalam persidangan. Tim reportase mencatat setidaknya ada tiga hal, yakni (1) persidangan dinilai sepihak, (2) teknis persidangan bertentangan dengan nama kegiatan, dan (3) penentuan peserta penuh dan peninjau tidak melalui kesepakatan. Pernyataan tersebut juga telah dipublikasikan secara lengkap pada akun instagram resmi Dema pada Sabtu (5/11) pukul 11.00 WIB.

Tim mencoba menggali informasi pada Ahad (7/11) pukul 23.45 dengan Sema melalui wawancara langsung. Mengenai sikap walkout Dema, Sema menyebut kejadian tersebut dapat menjadi pengenalan atau orientasi dalam pelaksanaan sidang yang dianggap ideal. Pasalnya, sikap walkout tidak perlu dilakukan oleh lembaga Eksekutif (Dema) dalam sidang paripurna laporan pertanggungjawaban. Karena di dalam sidang tersebut sudah selayaknya diadakan oleh lembaga Legislatif (Sema) untuk meminta pertanggungjawaban kegiatan kepada lembaga Eksekutif dan perangkatnya, atau dalam hal ini adalah Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).

“Jika dianalogikan ke dalam konsep persidangan lembaga kenegaraan, sidang laporan pertanggungjawaban sudah menjadi keharusan anggota dewan legislatif (Sema, baca: DPR) untuk meminta pertanggungjawaban Eksekutif (Dema, baca: Presiden) di dalam forum persidangan paripurna laporan pertanggungjawaban,” ungkap Aufa Varrasyah Nawwaf selaku Ketua Sema periode 2021-2022.

Adapun poin-poin yang dinyatakan oleh Dema sebagai keberatan di dalam persidangan, adalah sesuatu yang kurang berdasar dan perlu adanya pemahaman mengenai teknis persidangan. Nawwaf menyatakan beberapa poin yang bersinggungan dengan tiga poin yang disebutkan di atas.

1. Persidangan dinilai sepihak

Klaim sepihak yang disebutkan Dema sebenarnya hanya ketidaksamaan persepsi (miss perception). Teknis dan ketentuan pelaksanaan sidang laporan pertanggungjawaban tidak bisa disamakan dengan sidang yang lainnya, misalnya sidang AD/ART. Penilaian bahwa tata tertib (tatib) tidak terlebih dahulu disidangkan, adalah bukan sesuatu yang harus dipersoalkan di dalam sidang laporan pertanggungjawaban.

Baca Juga:  Ketua STAI Al-Anwar Serukan Santri Menjadi Agen Perubahan

“Sidang laporan pertanggungjawaban itu sudah menjadi tanggung jawab legislatif untuk meminta pertanggungjawaban kepada Eksekutif. Permintaan itu pun hanya sebatas rekomendasi, bukan keputusan,” tutur Nawwaf yang juga selaku peserta penuh dalam persidangan.

2. Teknis persidangan tidak sesuai dengan nama kegiatan

Keberatan teknis pelaksanaan persidangan dengan nama LPJ Ormawa yang diajukan Dema diakui memang benar. Karena alur dari pada pelaksanaan LPJ Dema seharusnya dilaporkan kepada Sema, dan LPJ UKM dilaporkan kepada Dema. Oleh karenanya, teknis persidangan ke depan harus banyak dikonsolidasikan dengan baik dan dipersiapkan dengan matang.

“Poin tersebut bisa diterima, makanya masih banyak hal yang perlu diperbaiki mengenai teknis persidangan ke depan,” ujar Nawwaf kembali menanggapi.

3. Penentuan peserta penuh dan peninjau tidak melalui kesepakatan

Pernyataan keberatan atas hak dan wewenang peserta penuh dan peninjau menjadi poin terakhir yang disampaikan Dema di dalam persidangan. Dinyatakan bahwa hal ini sudah melalui komunikasi yang dibangun dengan seluruh ormawa pada pertemuan dalam sosialisasi LPJ pada Selasa (1/11) atau H-4 persidangan dilaksanakan. Oleh karenanya, sikap walkout Dema di dalam persidangan LPJ dinilai berlebihan. Sikap tersebut bisa saja muncul karena keterlibatan serta pengalaman beberapa anggota Dema dalam forum persidangan skala nasional yang belum pernah menjadi peserta peninjau, sehingga wajar apabila Dema merasa keberatan menjadi peserta peninjau.

“Terkesan berlebihan, karena belum dapat menempatkan posisinya sebagai Eksekutif,” ungkap Sukron Abdul Jalil selaku peserta penuh sekaligus Koordinator Komisi Advokasi 2021-2022.

Harapan besar teknis pelaksanaan sidang dapat lebih baik lagi ke depan. Persiapan dapat dimaksimalkan jauh sebelum sidang dilaksnakan, terlebih dalam hal komunikasi.

Penulis: Tim Reportase

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *