DISKUSI ANGKATAN SEMESTER II USUNG TEMA ROMANTIKA KEHIDUPAN TAFSIR AL-DHUHA
Sarang – Narasi Garda Pena – Selasa, 14 Maret 2023 telah diadakan Diskusi Angkatan (DISTAN) Semester II di bawah naungan Himpunan Mahasiswa Prodi (HMP) Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir (IQT) Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Anwar Sarang dengan mengusung tema “Romantika Kehidupan Tafsir al-Dhuha”. DISTAN merupakan kegiatan rutin tiap bulan. Untuk angkatan II Prodi IQT, ini adalah kali kedua dengan mushohih kali ini Ahmad Syakir, S.Pd.I. Diskusi tersebut dilaksanakan di Ruang Baca (RB) Putri dengan diikuti oleh perwakilan kelompok angkatan semester II Prodi IQT. Kelompok diambil dari beberapa anggota kelas yang digabung menjadi beberapa kelompok. Pembahasan surat al-Dhuha dilakukan dengan pembuatan makalah terlebih dahulu dari masing-masing kelompok, selanjutnya dilakukan pemilihan makalah oleh panitia untuk dipresentasikan dan dilanjutkan dengan sesi tanya jawab beserta diskusi.
Diskusi kali ini mengangkat dua pembahasan: Pertama, apakah lafal “ghani” dalam surah al-Dhuha itu bermakna kaya hati atau kaya secara materi?., Pertanyaan kedua, mengapa dalam surah al-Dhuha ini mendahulukan lafal“al-nahr”, tidak lafal al-lail?
Ahmad Syakir, S.Pd.I selaku mushohih menuturkan bahwa surah al-Dhuha turun kepada Nabi sebagai kabar gembira yang mengobati kegalauan Nabi saat itu karena telah lama tidak mendapat wahyu.
“Surah al-Dhuha turun kepada Nabi itu sebagai kabar gembira, semacam mengobati kegalauan jiwa Nabi yang lama tidak dapat wahyu, sehingga saat wahyu ini turun, Nabi melafalkan dengan lafal takbir karena saking bahagianya”, tutur Ahmad Syakir, S.Pd.I.
Simpulan jawaban dari pertanyaan pertama yang disampaiakan oleh mushohih adalah “tafsirannya ada beda-beda pendapat, yang jelas Nabi itu faqir mal, bukan fakir qalbi, hingga Nabi diberi kekayaan, tapi ada juga yang menyatakan kaya harta, di mana harta Nabi juga berasal dari sayyidah Khadijah, ghonimah, hingga Nabi mampu bersedekah dan menggunakan hartanya untuk dakwah Islam. Namun, yang jelas Nabi itu kaya hatinya”. Sementara simpulan dari jawaban kedua yaitu, “setiap lafal yang dibuat sumpah itu pasti punya kemulyaan, di mana ada kesesuaian dalam setiap lafalnya”, jelas mushohih.
Acara diskusi berlangsung dengan lancar, dengan berbagai macam pendapat yang diutarakan dari setiap peserta, dilanjutkan dengan penjelasan mushohih dan ditutup dengan do`a oleh mushohih pula.
Penulis: Nilna El Muna