#KaburAjaDulu: Generasi Lelah yang Ditelantarkan?

Narasi Garda Pena– Indonesia saat ini sedang dilanda beribu ucapan Indonesia Gelap bagaimana tidak? Setidaknya ada 13 isu tuntutan dari mahasiswa dengan masyarakat untuk menyadarkan pemerintah tentang penyimpangan yang telah dilakukan oleh beberapa oknum pemerintah. Generasi muda memanfaatkan situasi ini sebagai bentuk kritik terhadap kondisi politik, sosial, dan ekonomi yang terjadi di Indonesia yang dianggap semakin pelik dan tidak menawarkan masa depan yang menjanjikan.
Keresahan ini semakin berkecamuk sehingga membuat rakyat Indonesia tidak lagi mempercayai kelompok elite. Ketidakadilan serta kesewenang-wenangan kaum elite menjadi semakin terlihat jelas seperti kasus KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) terjadi secara beruntun tanpa adanya penyelesaian. Pengangguran pun semakin meluas dan tawaran membenahi SDM tidak lebih dari sekedar harapan, sebab privilege yang diberikan oleh kaum elite untuk pendidikan tidak untuk yang membutuhkan tetapi kepada mereka yang memiliki harta dan kuasa. Sehingga memunculkan faktor lain terkait trend tagar #KaburAjaDulu yang merupakan salah satu bentuk kekecewaan rakyat Indonesia kepada pemerintahnya. Rakyat yang menderita dan lelah sebab masalah tersebut, lebih memilih untuk kabur dari Indonesia demi mencari pendidikan dan kehidupan yang lebih layak.
Tagar ini tidak hanya menunjukkan ekspresi pribadi melainkan juga menjadi bentuk protes sosial kepada situasi yang terjadi di Indonesia. Bagi sebagian orang, tagar ini merupakan bentuk eskapisme. Karena mereka beranggapan bahwa mencari kesempatan di luar negeri bukanlah suatu sikap unpatriotic terhadap bangsa, namun hal tersebut merupakan sebuah usaha untuk memperbaiki kehidupan mereka. Tagar ini menjadi tuntutan demi perubahan mendasar yang harus segera direalisasikan lewat metode demokrasi yang lebih responsif dan inklusif. Sebaliknya, jika pemerintah tidak memilih tahap demokrasi tersebut dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat, maka akan memberikan dampak berkepanjangan seperti tren ini dan juga dapat berdampak pada brain drain. Fenomena ini berhasil menarik berbagai pihak, termasuk akademisi ataupun pemerintah. Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Airlangga (UNAIR), Prof. Dr. Bagong Suyanto Drs,. Msi menanggapi bahwa fenomena #KaburAjaDulu lahir di era masyarakat digital yang berkembang. Dari media sosial inilah dapat dimengerti bahwa hal ini bisa bermanfaat bagi para mahasiswa untuk melakukan aksi dan menciptakan kesadaran kepada khalayak umum agar lebih peduli terhadap isu-isu terkini. Selain itu, Dosen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan UGM, Dr. Hempri Suyatna mengemukakan bahwa peristiwa ini mencerminkan tindakan kritis dan sindiran generasi muda kepada situasi sosial politik yang terjadi saat ini. Negara dianggap “kurang hadir” dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi masyarakat. Mengenai pendidikan, misalnya adanya kekhawatiran bahwa efisiensi anggaran akan mengakibatkan masa depan pendidikan terancam sehingga mendorong generasi muda lebih memilih ke luar negeri untuk bekerja maupun melanjutkan jenjang pendidikannya.
Fenomena tagar ini menjadi potensi terjadinya disintegrasi negara karena kekosongan dari kekuatan lembaga-lembaga politik, rendahnya ideologi nasional di dalam jiwa masyarakat, serta gaya politik kepemimpinan yang dianggap oligarki kapitalis yang sibuk merusak negeri. Banyak masyarakat yang menghadapi berbagai kasus korupsi, sulitnya mendapat pekerjaan, dan kesulitan lain yang terjadi di negeri ini. Adanya disintegrasi antara janji politik dan realitas yang dihadapi masyarakat. Di satu sisi, pejabat sering memunculkan retorika untuk kepentingan masyarakat. Namun di sisi lain implementasinya tidak sesuai harapan. Akibatnya masyarakat merasa tertipu dan kecewa, mereka sibuk mengurus perut mereka sendiri. Postingan Prof. Dr. Mohammad Mahfud MD., S.H., S.U., M.I.P. dalam akun X nya memberikan persepsi bahwa “rasa cinta tanah air bisa luntur bila di negara sendiri timbul kesewenang-wenangan, ketidakadilan, dan lemahnya perlindungan HAM. Apabila hal itu yang terjadi bisa memunculkan pikiran bahwa hidup di negara sendiri itu tak nyaman dan tak nyaman, enak di negeri orang”. Menteri Ketenagakerjaan menyatakan bahwa dasar dari semangat tagar ini bukan suatu bentuk untuk meninggalkan Indonesia, akan tetapi untuk mencari peluang guna meningkatkan keterampilan. Ia menegaskan bahwa perlu adanya pemahaman terkait fenomena ini dengan konteks pengembangan kualitas tenaga kerja di Indonesia pada kancah dunia (CNN Indonesia, 2025).
Untuk menghadapi fenomena tagar ini diperlukan adanya sinergi antara pemerintah dengan masyarakat demi menjaga kemajuan dan persatuan bangsa. Selain itu, diperlukan adanya pembaharuan kebijakan publik, penguatan nasionalisme, dan pemberdayaan generasi muda. Pemerintah perlu meninjau dan menyempurnakan kebijakan yang memiliki pengaruh terhadap kesejahteraan anak muda, terutama dalam akses peluang kerja dan pendidikan. Begitu juga memberikan ruang bagi mereka untuk berperan aktif dalam pembangunan nasional serta mendengarkan aspirasi masyarakat Indonesia. Menumbuhkan nilai-nilai nasionalisme yang signifikan dengan kemajuan zaman juga menjadi langkah strategis dalam menghadapi persoalan ini karena dapat menanamkan kebanggaan dalam jiwa generasi muda dan memiliki keterikatan emosional yang kuat pada bangsa.
Oleh: Hasna Fikriyah