Kuliah Umum Kajian Keislaman dalam Konteks Minoritas, Hasil Kolaborasi HMP Perbandingan Mazhab dan Forum Ahadan
Sarang, Narasigardapena-Himpunan Mahasiswa Prodi Perbandingan Mazhab (HMP PM) dan Forum Ahadan Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Anwar Sarang berkolaborasi mengadakan kuliah umum dengan tema “Rethinking Halal in Europe: Muslim Minority and Their Experiences” pada Ahad (12/5) siang. Pembicara pada acara yang dilaksanakan di Auditorium STAI Al-Anwar Sarang ini adalah Prof. Ayang Utriza Yakin, Ph.D., salah seorang dosen Fakultas Teologi Universitas Katolik Louvain Belgia.
Kuliah umum ini dihadiri oleh sejumlah dosen dan mahasiswa STAI Al-Anwar Sarang. Beberapa siswa-siswi SMA Al-Anwar Sarang juga tampak hadir bersama Kepala SMA Al-Anwar Sarang, Abdul Ghofur, S.Pd.I. Moderator kuliah umum kali ini adalah Ali Ja’far, S.Hum., M.A., salah satu dosen STAI Al-Anwar Sarang.
Sebelum memulai materi, Prof. Riza (sapaan dari Prof. Ayang Utriza Yakin, Ph.D.) membuka dengan berbicara menggunakan beberapa bahasa asing. Ia kemudian menyampaikan bahwa acara kuliah umum di STAI Al-Anwar Sarang merupakan kali pertamanya mengisi kuliah umum sambil mengenakan sarung, koko, dan kopiah.
“Ini unik sekali ya, dosen dan mahasiswa laki-laki di sini mengenakan sarung dan kopiah. Tadi saya bingung hendak mengenakan pakaian apa. Kopiah ini saja saya minjem ke salah satu teman tadi,” ungkapnya.
Profesor yang menyelesaikan pendidikan sarjana di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini mengajak audiens untuk menggambar sebuah lingkaran besar di selembar kertas. Kemudian, mereka diminta untuk menuliskan nama di tengah lingkaran tersebut, lalu hal-hal yang menjadi prioritas mereka di luar lingkaran. Mereka juga diinstruksikan untuk menulis rencana masa depan mereka secara detail.
“Saya ingin tahu mimpi mahasiswa STAI Al-Anwar setinggi apa, sejauh apa. Ini adalah peta pemikiran masa depan. (Kalau ada yang berkata) ‘Wah ini mimpi,’ Oh, tidak. Masa depan itu dibangun di atas mimpi,” ujar Prof. Riza.
Saat memaparkan tentang kajian keislaman di Barat, ia menceritakan salah seorang temannya yang menulis buku tentang wudu dalam bahasa Inggris. Menurutnya, buku tersebut bisa menjadi sangat menarik meskipun pembahasannya tentang wudu.
“Mengapa wudu bisa menjadi pembahasan yang menarik? Karena kajian metodologinya. Di Eropa, kajian keislaman dijadikan sebagai objek. Pisau analisisnya berupa social and human science (ilmu sosial dan humaniora). Kita sudah belajar kajian keislaman, namun kurang belajar sosiologi dan humaniora,” terangnya.
Sepanjang kuliah umum berlangsung, Prof. Riza tak henti-hentinya menyemangati para mahasiswa STAI Al-Anwar Sarang untuk membuka pikiran menjadi lebih luas. Saingan dari mahasiswa STAI Al-Anwar adalah mahasiswa di Madrid, Stanford, Manchester, Belgia, dan Berlin.
“Meski (kalian adalah) warga Sarang, pikiran kita harus terbuka sebagai warga dunia. Saingan kalian bukan lagi Lirboyo ataupun Tebuireng. Saingan kita mendunia,” tegas Prof. Riza.
Pada akhir acara, Prof. Riza mengajak audiens untuk mengangkat tangan dan menyerukan kalimat-kalimat positif berisi keyakinan akan masa depan yang cerah. Acara ditutup dengan doa yang dipimpin oleh Prof. Riza sendiri.