Menyikapi Kesenjangan Pendidikan di Kota dan di Desa dengan Teori Justice (Keadilan)

kesenjangan pendidikan

Narasi Garda Pena– Sebelum membahas tema ini, penulis akan memberikan alasan di balik pemilihan tema kesenjangan pendidikan. Penulis memilih tema ini karena masalah tersebut disebabkan oleh oknum atau individu yang tidak menerapkan dasar sila kedua yaitu peri kemanusiaan. Perlu kita ketahui bahwa manusia harus memiliki moral dan tingkah laku yang didasarkan pada hati nurani serta sesuai dengan norma-norma dan kebudayaan yang berlaku.

Coba kita lihat kesenjangan pendidikan yang ada di negara kita. Jumlah anggaran dari pemerintah untuk pendidikan adalah Rp660,8 triliun atau 20 persen pada APBN 2024. Hal ini dikutip dari website Puslapdik Kemdikbud.[1]

Akan tetapi, mengapa masih ada anak yang tidak bisa sekolah dengan alasan tidak punya ongkos pendidikan? Mungkin saja pemerintah yang mengatur bagian pendidikan kurang memperhatikan masalah pendidikan di desa dibandingkan di kota. Selain itu, bisa jadi memang ada oknum yang sengaja tidak memperhatikan pendidikan di desa sehingga penyaluran dana untuk pendidikan di desa tidak terlaksana. Jika kesengajaan tersebut benar terjadi, perbuatan tersebut jelas melanggar sila kedua dari Pancasila yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Rasanya, sangat tidak adil apabila pemerintah hanya memperhatikan pendidikan yang ada di kota.

Kita dapat melihat bahwa di pedesaan terdapat sekolah yang bangunannya sudah tidak layak. Belum lagi, ada sekolah yang kekurangan buku-buku sekolah yang layak. Buruknya akses menuju sekolah dan sarana untuk pembelajaran dapat dilihat pada gambar berikut:

Jika menelaah pemikiran John Rawls, kita akan menemukan bahwa salah satu pemikirannya adalah primary social goods. Primary social goods adalah sesuatu yang dibutuhkan oleh setiap individu untuk mengejar kehidupan yang lebih baik. Meski pernyataan tersebut menyebutkan kata individu, namun dalam masalah ini ia dapat dibawa pada konteks yang lebih luas. Cakupan lebih luas yang dimaksud adalah sebuah masyarakat yang bergantung dengan kebutuhan yang dapat mengubah atau membawa mereka pada kehidupan yang lebih baik.

Baca Juga:  UKM JQH Adz-Dzauq Gelar Acara ‘Opening’ Kegiatan Tahsin

Dari gambar tersebut, kita bisa melihat bahwa pemerintah kurang memperhatikan perihal pendidikan yang ada di desa. Mungkin saja mereka hanya fokus pada perkembangan pendidikan yang ada di kota sehingga lalai dengan pendidikan yang ada di desa. Jika pernyataan itu terbukti benar, maka sudah jelas mereka menyalahi sila kedua dari Pancasila karena jika dilihat dari sisi kemanusiaan, pemerintah kurang memperhatikan pendidikan di desa. Imbasnya, banyak anak desa yang putus sekolah atau bahkan lebih memilih bekerja daripada bersekolah. Mungkin, masyarakat desa juga tidak merasa mendapat perlakuan yang adil dari pemerintah terkait pendidikan.

Hal ini akan menjadi sorotan para pengguna media sosial yang menyimak betul perkembangan pendidikan di desa dan di kota. Apalagi, para pengguna media sosial mengetahui anggaran untuk pendidikan sebesar Rp660,8 triliun. Jika anggaran ini diberikan kepada pihak yang membutuhkan seperti pendidikan yang ada di desa, maka fasilitas bahkan sarana menuju ke sekolah pun akan menjadi baik

Untuk itu, para pejabat pemerintah harus tetap memperhatikan sila kedua Pancasila. Penerapan sila kemanusiaan yang adil dan beradab dapat menyejahterakan rakyat dan menjaga keutuhan negara. Demi menuju Indonesia yang maju, pemerintah harus memperhatikan pendidikan yang ada di desa. Jangan salahkan warga desa jika mereka tidak lulus atau tidak mau melanjutkan sekolah dengan alasan fasilitas atau sarana untuk menuju ke sekolah tidak baik.

Oleh: Ahmad Aufal Marom


[1] https://puslapdik.kemdikbud.go.id/anggaran-pendidikan-2024-meningkat-jadi-rp6608-triliun/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *