Penggunaan Kaidah Mufrad dan Jamak

kaidah mufrad

Oleh: Uta Panandang

Terdapat perbedaan dalam al-Qur`an terkait penggunaan mufrad dan jamak. Suatu lafal ada yang selalu disebutkan dengan bentuk jamak saja ataupun mufradnya saja. Namun, tidak menutup kemungkinan adanya penyesuaian dengan konteks sehingga penyebutan bisa keduanya (mufrad ataupun jamak). Contoh lafal-lafal yang dimaksud yaitu sebagai berikut:

1. Lafal yang penyebutannya selalu dalam bentuk mufrad:

  • Lafal al-arḍ (bumi)

يَعِبَادِيَ الَّذِيْنَ ءَامَنُواْ أِنَّ اَرْضِي وَسِعَة فَأِيَّيَ فَاعْبُدُونِ

Ayat tersebut menyatakan bahwa bumi Allah itu luas. Namun, walaupun bumi itu luas lafal al-arḍ dalam al-Qur`an senantiasa dinyatakan dengan bentuk mufrad. Penggunaan lafal al-arḍ di al-Qur`an terhitung ada 461 lafal.Terdapat beberapa alasan yang melatar belakaangi lafal al-arḍ tidak dijamakkan yaitu sebagai berikut:

  1. Dari segi uslūb, jamak dari al-arḍ tidak ada karena berat.
  2. Berdasarkan ilmu astronomi, walaupun bumi dan langit sama-sama berlapis tujuh, namun keduanya berbeda jauh keluasannya.
  3. Sebagai bentuk dakwah, karena jika mengatakan bumi itu ada tujuh orang-orang saat itu dikhawatirkan mengingkari al-Qur`an dan dakwah Nabi Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alaihy wa Sallam.
  • Lafal ṣirāṭ (jalan)

وأنّ هذا صراطي مستقيما فاتّبعوه ولا تَتَّبِعُواْ السّبل فتفرّق بكم عن سَبِيله ِذلكم وصّكم به لعلَّكُمْ تتَقونَ

Ayat tersebut menjelaskan tentang jalan yang lurus yaitu jalan yang telah ditetapkan oleh Allah (satu),sedang selain jalan tersebut adalah jalan yang membuat manusia bercerai berai. Oleh sebab itu Allah memerintahkan hanya mengikuti jalan-Nya saja. Dalam ayat tersebut terdapat lafal yang senantiasa disebutkan dalam bentuk mufrad yaitu ṣirāṭ. Sirāṭ (jalan) disebutkan dalam bentuk mufrad karena seyogyanya jalan yang lurus hanya berasal dari Allah.

  • Lafal nūr (cahaya)

يَوْمَ تَرَى الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ يَسْعَىٰ نُورُهُم بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِم بُشْرَاكُمُ الْيَوْمَ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

Baca Juga:  Paradigma Pemberdayaan Partisipatif dan Pengembangan Kapasitas dalam Mengatasi Kematian Petani Akibat Jebakan Tikus Listrik

Pada hari di mana terlihat cahaya bersinar dari hadapan dan sisi kanan orang mukmin laki-laki dan perempuan, (dikatakan kepada mereka): “Pada hari ini ada berita gembira untukmu, (yaitu) surga yang mengalirnya di bawahnya sungai-sungai yang kamu kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan yang besar”.

2. Lafal yang penyebutannya selalu dalam bentuk jamak

  • Lafal lub-albāb

إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَذِكْرَىٰ لِأُولِي الْأَلْبَابِ

Ayat di atas adalah contoh lafal yang senantiasa disebutkan dalam bentuk jamak. Dalam al-Qur`an اللب tidak pernah disebutkan dalam bentuk mufrad, tetapi selalu dalam bentuk jamaknya yaitu albāb. Hal tersebut menunjukkan bahwa orang-orang yang memiliki akal dan menggunakan akalnya akan memperoleh banyak pelajaran.

  • Lafal kub-akwāb

وَأَكْوَابٌ مَّوْضُوعَةٌ

           Sebagaimana lafal albāb, contoh lainnya lafal yang senantiasa disebutkan dalam bentuk jamak adalah akwāb. Berdasarkan hal tersebut ayat di atas  menunjukkan banyaknya rahmat yang diberikan Allah kepada manusia di surga nanti.

3. Lafal yang penyebutan mufrad dan jamaknya disesuaikan konteks

  • Lafal samā’-samāwāt

     Penyebutan lafal samā dalam bentuk  jamak menunjukkan bilangan atau keluasan. Sedangkan penyebutan dalam bentuk mufrad lafal samā memiliki makna arah. Sebanyak 120 kali penyebutan lafal samā dalam al-Qur`an, sedang untuk lafal samāwāt sebanyak 190 kali.

سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

Dalam ayat tersebut lafal samā konteks jamak yang menunjukkan banyaknya (bilangan) yang bertasbih kepada Allah, baik dari penduduk bumi maupun langit.

وَفِي السَّمَاءِ رِزْقُكُمْ وَمَا تُوعَدُونَ

Ayat tersebut menjelaskan bahwa di langit terdapat rezeki yang telah dijanjikan oleh Allah, sehingga dalam konteks ini samāberbentuk mufrad karena menunjukkan arah.

  • Lafal rīh-riyāh

     Penyebutan lafal rīh dalam konteks azab menggunakan bentuk mufrad, sedangkan konteks rahmat penyebutannya dalam bentuk jamak.

Baca Juga:  Pelantikan PC PMII Rembang Lantik Anggota Pengurus Baru

مَّثَلُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ ۖ أَعْمَالُهُمْ كَرَمَادٍ اشْتَدَّتْ بِهِ الرِّيحُ فِي يَوْمٍ عَاصِفٍ ۖ لَّا يَقْدِرُونَ مِمَّا كَسَبُوا عَلَىٰ شَيْءٍ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الضَّلَالُ الْبَعِيدُ

Ayat tersebut angin (alrīh) dalam konteks azab sehingga penyebutannya menggunakan redaksi mufrad.

وَأَرْسَلْنَا الرِّيَاحَ لَوَاقِحَ فَأَنزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَسْقَيْنَاكُمُوهُ وَمَا أَنتُمْ لَهُ بِخَازِنِينَ

Nikmat dan rahmat Allah sangat banyak termasuk angin juga termasuk rahmat. Dalam konteks ini al-rīh disebutkan dengan redaksi jamak.

Baca Juga: WAJAH DEMOKRASI NEGARA INDONESIA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *