RESOLUSI ARAB SPRINGS: KEBEBASAN PERS SEBAGAI PENGUATAN DEMOKRASI DI TUNISIA

kebebasan pers

Sekilas Arab Springs dan Kebebasan Pers di Tunisia

Arab Spring telah ada di Timur Tengah sejak masa Jahiliyah (pra-Islam) yaitu perebutan wilayah dan kekuasaan di antara negara-negara Timur Tengah. Namun, Arab Springs lebih dikenal sejak kejadian Bouazizi yang membakar dirinya sebagai bentuk protes atau perlawanan  terhadap Ben Ali sebagai rezim otoriter di Tunisia. Kasus di Tunisia ini akhirnya dikenal sebagai pelopor Arab Spring dimulai. Arab Springs dikenal sebagai istilah politik pada tahun 2011 di beberapa negara Timur Tengah yang melakukan gerakan revolusioner. Fenomena di Timur Tengah tersebut dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu pemimpin yang otoriter dan berkuasa tidak sebentar, sistem satu partai politik, krisis ekonomi yang diiringi meningkatnya pengangguran dan adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) serta pembatasan masyarakat dalam berekspresi termasuk kebebasan pers. Fenomena tersebut berdampak pada krisis otoritas, kontinuitas dan ekualitas di Timur Tengah.

Selanjutnya terkait kebebasan pers lebih dari  50 % negara di Timur Tengah terancam serius. Indeks tersebut diterbitkan oleh Reporters Without Borders pada Selasa 3 Mei 2022 yang menyatakan bahwa jurnalis di Timur Tengah bekerja di media yang tidak bersahabat. Pasca revolusi 2011 di Tunisia ternyata kebebasan pers di sana belum membaik. Kais Saied selaku presiden selain otoriter juga dinilai mengekang jurnalis dalam bekerja. Bahkan terdapat jurnalis yang menyebut bahwa sejak Saied menjabat sebagai presiden ia adalah musuh utama kebebasan pers. Mahdi Jlassi selaku kepala serikat jurnalis mengecam undang-undang yang dibuat pemerintah terkait hukuman penjara karena membuat desas-desus online atau informasi palsu. Jlassi menyebutkan bahwa berdasarkan undang-undang tersebut menyebabkan beberapa jurnalis diadili dan kebebasan berkespresi mengalami kemunduran sejak 2011.

Baca Juga:  الإسلام والتنوع الثقافي: نحو تعزيزالقيم المواطنة والتعايش

Pada tahun 2022 disebutkan bahwa Saleh Attia seorang jurnalis di penjara karena mengkritik peran tentara dalam partai politik. Attia mendapat hukuman kurungan selama tiga bulan. Hukuman penjara juga dirasakan oleh Jurnalis Ameur Ayad selama dua bulan disebabkan ia mengkritik presiden. Kemudian Nizar Bahlol seorang wartawan disidang karena artikel yang mengkritik pihak berwenang secara umum. Untuk tahun ini terdapat seorang kepala Radio Mosaique yang bernama Nourredine Boutar yang dituduh mengadakan konspirasi terhadap negara dan pencuci uang yang menyebabkannya mendapat hukuman penjara.

Pers : Peluang dan Tantangan

            Pers berfungsi sebagai media informasi sebagaimana termaktub dalam buku karya Kathleen Hall Jamieson yang berjudul The Press Effect: Politicians, Journalists, and the Stories that Shape the Political World. Berbagai informasi seperti ekonomi, politik, lingkungan, kesehatan, social dan budaya disajikan oleh pers kepada masyarakat. Cara pers menyampaikan informasi bisa melalui lisan, tulisan maupun siaran langsung. Terpenting pers harus netral, akurat, tepat dan benar sehingga masyarakat mendapatkan informasi yang harus diketahui. Sekjen RSF Christophe Deloire menyebutkan bahwa vaksin terbaik melawan disinformasi adalah jurnalisme. Namun, sangat disayangkan baik produksi maupun distribusinya terhalang factor politik, teknologi, ekonomi, budaya dan lain sebagainya. Selaras dengan hal tersebut pada tahun 1948, kebebasan pers telah diakui dunia melalui Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (The Universal Declaration of Human Rights). Hakikat pers yang tersirat dalam konsep HAM tersebut ialah gambaran terkait pers sebagai media informasi dan komunikasi yang berfungsi sebagai control social serta peluang menyampaikan pendapat atau opini.

Implementasi Kebebasan Pers sebagai Bentuk Kedaulatan Rakyat di Tunisia

            Dalam rangka mewujudkan keadaan demokrasi yang sehat secara strategis dewan pers dapat menempuhnya dengan menjadikan warga pengguna media sosial dan jurnalisme warga yang sehat. Dewan pers perlu terlibat aktif untuk mengadakan pembinaan terhadap masyarakat sebagai bentuk cerminan kedaulatan rakyat karena ia sebagai subyek hukum alami (naturlijk person). Kini, kemerdekaan pers telah dijamin sebagai HAM maka seharusnya pemberitaan di Tunisia maupun negara mana pun bisa sehat karena itu adalah hak publik dan kebutuhan publik. Sedangkan terkait kebebasan pers tidak ada pembatasan dalam mencari berita yang terpenting tanggungjawab atas berita yang dihasilkannya. Kebebasan pers atau kemerdekaan pers adalah bentuk dari kedaulatan rakyat dengan berlandaskan pada prinsip-prinsip demokrasi, supremasi hukum dan keadilan.

Baca Juga:  Paradigma Pemberdayaan Partisipatif dan Pengembangan Kapasitas dalam Mengatasi Kematian Petani Akibat Jebakan Tikus Listrik

Dengan demikian resolusi Arab springs di Tunisia bisa diwujudkan dari hal terkecil dahulu yaitu meningkatkan kebebasan pers yang saat ini tengah menurun sejak peristiwa Arab Spring 2011. Kebebasan pers adalah salah satu bentuk demokrasi. Ketika rakyat mendapatkan haknya akan berita dan informasi maka di situlah kedaulatan rakyat terbentuk. Kebebasan pers telah diakui dunia, seharusnya tidak ada pemerintah yang mengekang warganya dalam berekspresi termasuk dalam hal kebebasan pers. Dengan alasan apa pun baik politik, ekonomi, budaya dan lain sebagainya pembatasan kebebasan pers sama saja membatasi hak asasi manusia. Setiap orang seharusnya diberikan kebebasan dalam pers dengan catatan berita atau opini yang dibuatnya dapat dipertanggungjawabkan kebenaran dan keakuratannya. Dengan pers juga rakyat bisa menyuarakan aspirasinya sehingga suatu negara dalam hal ini Tunisia dapat berubah lebih baik.

Oleh: Hamba Tuhan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *