Papua, Saat Nasionalisme Terluka : Membaca Sinyal Disintegrasi dalam Teori Howard Wriggins dan Gerakan “All Eyes on Papua”

Papua, Saat Nasionalisme Terluka : Membaca Sinyal Disintegrasi dalam Teori Howard Wriggins dan Gerakan “All Eyes on Papua”

Narasi Garda PenaIntegritas nasional merupakan salah satu pilar penting dalam menjaga keberlanjutan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kesatuan bangsa sangat bergantung pada rasa keadilan yang dirasakan oleh seluruh daerah terhadap kebijakan pemrintah. Dalam teori yang dikemukakan Howard Wriggins (1995), terdapat lima pendekatan untuk mengembangkan integrasi nasional atau politik, yaitu: adanya ancaman dari luar, gaya politik kepemimpinan, kekuatan lembaga-lembaga politik, ideologi nasional, dan kesempatan pembangunan ekonomi. Jika pendekatan-pendekatan ini tidak berhasil diterapkan, maka berpotensi menimbulkan disintegrasi. 

Papua menjadi salah satu daerah yang saat ini menunjukkan tanda-tanda disintegrasi nasional. Mereka semakin lantang menyuarakan ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan. Dalam beberapa tahun terakhir, Papua, sebagai salah satu provinsi paling timur Indonesia, menjadi sorotan utama di berbagai media sosial. Salah satu momen yang menarik perhatian publik adalah gerakan “All Eyes on Papua”, sebuah seruan solidaritas yang berarti “semua mata tertuju pada Papua”. Gerakan ini sempat menjadi perbincangan hangat hampir di seluruh platform media. Tercatat hingga 4 Juni 2024 seruan “All Eyes on Papua” dibagikan lebih dari 2,8 juta di Instagram Story. Munculnya gerakan ini, merupakan sebagai bentuk dukungan masyarakat atas ketidakpuasan terhadap kondisi sosial dan politik di wilayah tersebut. Salah satu isu yang diangkat adalah pembabatan hutan adat Papua oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit.

Kasus ini bermula dari rencana PT Indo Asiana Lestari untuk membuka perkebunan sawit seluas sekitar 36 ribu hektar di wilayah Boven Digol. Sayangnya, rencana ini dilakukan tanpa menyediakan relokasi yang layak dan tanpa persetujuan masyarakat setempat. Padahal bagi masyarakat Papua, hutan bukan hanya sumber ekonomi, tetapi juga memiliki nilai budaya dan spiritual yang sangat mendalam. Faktanya pembabatan hutan menghancurkan tempat-tempat sakral, situs budaya, dan praktik-prakitk tradisional yang menjadi bagian penting dari identitas mereka. Bahkan seorang warga Papua mengatakan “Hutan bagi kami adalah Mama”, hal ini menunjukkan betapa hutan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan mereka. Sedangkan, seringkali izin pengelolaan lahan dan pelepasan kawasan hutan diberikan tanpa melibatkan atau menghargai hak-hak masyarakat adat atas tanah dan sumber daya alam mereka. Pada kasus tersebut, masyarakat Papua yang mempertahankan hutan juga mengalami kriminalisasi dan kekerasan dari pihak perusahaan dan aparat keamanan.

Baca Juga:  Debat Panas Antar Pasangan Calon DEMA di Musyawarah Besar Mahasiswa

Kasus Papua di atas mencerminkan kegagalan dalam penerapan kelima pendekatan intregasi nasional menurut teori Wriggins. Hal ini mengarah pada munculnya potensi disintegrasi, seperti yang terlihat antara kesenjangan sosial antara masyarakat Papua dan pemerintah. Untuk menjaga intregitas nasional, khususnya di wilayah Papua, sebenarnya ada banyak hal yang bisa dilakukan, pemerintah harus lebih terbuka dan melibatkan masyarakat dalam setiap kebijakan, karena mereka juga bagian dari  warga negara Indonesia yang memiliki hak-hak atas keberlangsungan hidup mereka. Memiliki kepemimpinan yang adil dan mau mendengarkan suara-suara rakyat juga menjadi kunci utama. Para aparat hukum pun seharusnya hadir untuk melindungi bukan untuk melakukan kriminalisasi terhadap masyarakat, nilai-nilai Pancasila harus dijalankan secara nyata bukan cuma jadi omongan semata. Dan soal pembangunan, sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan lokal, karena yang terpenting bukan soal investasi besar tetapi bagaimana kesejahteraan rakyat Papua tetap terjaga. Kalau semua itu dijalankan, potensi disintegrasi bisa dicegah.

Oleh: Nur Roudlotul Laili

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *