SIMBAH YAI

oleh: Halwa Na’imah

Dari pancaran purnama yang menyinari pekatnya relung negeri ini

Perlahan kucoba menggapai rembulan

Sayangnya, rembulan itu lengah dari getaran jemariku

Hingga ia tak merasakan kegetiran

Rembulan yang malang

Sinarmu kini telah pulang

Terngiang akan alunan bait nada sendu menyeru

Merayu manusia tuk kembali menghadap ke Ilahi

Ada rekam jejak di sudut pojok sana

Terlihat pancaranmu redup nan sayu

Engkaupun mengelak bahwa engkau tak pernah letih

Engkau tetap tegar dan kokoh memberikan wejangan ahwal yang tak berujung

Meskipun berselimut kabut jahiliah dan kerontang akhlak melanda

Ribuan rintangan yang beruntun menghadang, menyakiti

Menghakimimu seakan-akan mereka adalah penciptamu

Namun tak pernah sedetikpun kunjung kata “menyerah” dalam langkah syi’armu

Padahal usiamu tak lagi belia

Tubuhmu menyusut usia

Melambai lunglai

Menutup do’a dengan butiran kata yang merindu deru pada kekasihmu

Perlahan engkau terpejam terhias senyummu tenteram

Tepat mi’atal yaum yang berlalu

Panjenengan menghadap keHaribaan sang Ilahi

Mendahului santriyin dan santriyahmu

Kini tiada lagi…

Wejangan yang membelenggu kami tuk tetap tawakkal

Siraman kalbu dari hati bersihmu yang penuh asih

Sulutan debaran ilmu dan akhlak mahmudah

Kini tak ada lagi…

Kilauan lantunan gema kalam muroja’ah

Desiran dzikirdzikir pembasuh ruhani dan jiwa

Kini tak akan ada lagi..

Sampai beku hati kami menggigil

Merapal do’ado’a riuh di sepanjang rindang mata baramu

Derai air mata menderas menjulur siluet kerapuhan

Mengiringi detik perjalanan menuju kekasihmu

Semerbak melatipun meruak penuhi kelebat pundipundi pesareanmu

 

Bernuansa suasana yang menerobos menembus

Mengikis angin memagutmagut

Membedah cahaya

Melepas renggut yang tersisa

Para lintang membungkam dengan tangisan

Baca Juga:  Senyum itu, Senyum manismu kah?

Melukis kisah langit yang mengharu biru mengukir syahdu

Membersamai awan yang terseret angin desa

Tadabburku…

Di sepertiga malam dalam qiyamul lail

Jika daku boleh meminta

Sekiranya Panjenengan kerso mengakui kami

Nan tetap menitihkan ridho, restu dan do’a Panjenengan kepada kami,

Santrimu..

Agar perjuanganmu tak terurai layu, terhempas angin dan udara

Yai..

Salam ta’dzim-ku padamu,

Semoga senyummu tak meredup di langit pusaran kota angin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *