Percaturan Politik: Dunia Penuh Kecurigaan

politik abu darda'

Oleh: Taftazani Ahmad

Catur yang lebih populer didengar sebagai permainan logika, tidak jauh berbeda dengan permainan politik. Di dalam permainan catur, raja begitu dilindungi oleh buah catur yang lain agar tidak kalah dalam permainan. Karena di dalam permainan itu, prinsip utama yang diterapkan pemainnya adalah melindungi raja dengan mengorbankan buah catur di sekelilingnya. Di dalam politik juga demikian, prinsip melindungi presiden harus ditanamkan oleh para menteri dan jajaran penguasa di sekeliling presiden. Tidak heran jika para jajaran penguasa banyak yang mengorbankan dirinya demi melindungi presiden. Jika catur dan politik dianggap sama sebagai permainan, maka siapa pemainnya? Apakah politik tidak layak dianggap permainan hanya karena alasan sistem, atau boleh disebut permainan jika raja itu sendiri pemainnya?

Kilas Balik Makna “Percaturan Politik”

Secara teori, politik tidak pernah lepas dengan negara, kekuasaan, hubungan antara kekuasaan dan masyarakat, dan etika dalam berpolitik. Hal yang menarik diulas kali ini adalah memahami politik sebagai kekuasaan yang dihubungkan dengan kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang lain atau kelompok lain sesuai dengan keinginan pelaku kekuasaan (Miriam Budiardjo, 2003). Sangat mungkin jika analogi ‘permainan catur diungkapkan sebagai unsur dasar aktivitas politik. Di dalamnya, seorang pemain akan memiliki kuasa penuh menggerakkan buah catur yang sudah menempati posisinya masing-masing agar menang dalam permainan. Namun, politik tentunya lebih nyata dan realistis. Posisi raja yang ‘seharusnya’ mencerminkan kebijaksanaan, harus dijalankan sesuai tugas yang diembannya. Jadi, pemimpin dalam permainan catur jelas berbeda dengan pemimpin yang berada dalam politik.

Percaturan politik seolah menjadi dua kata yang tidak dapat dipisahkan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata “percaturan” sudah dapat diartikan sebagai “siasat politik”. Jika demikian dengan tanpa menyebut “politik” dalam kata “percaturan”, politik sudah termasuk di dalamnya. Namun, percaturan yang dipakai di sini adalah yang mengandung makna “perbincangan” atau “perdebatan”. Sehingga maksud dari perbincangan politik berarti “pembicaraan politik” atau “perdebatan politik”.

Baca Juga:  Peran Jurnalistik Menumbuhkan Semangat Berliterasi

Politik berasal dari bahasa Yunani “politeia” yang berarti kiat memimpin kota (polis). Prinsipnya, politik merupakan upaya untuk ikut berperan serta dalam mengurus dan mengendalikan urusan masyarakat. Aristoteles mendefinisikan politik sebagai usaha warga negara dalam mencapai kebaikan bersama atau kepentingan umum. Politik juga dapat diartikan sebagai proses pembentukan kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan. Dengan kata lain, konsep dasar berpolitik adalah selalu pada kepentingan umum dan kebijaksanaan.

Percaturan politik sebagai istilah perbincangan dan diskusi politik tidak akan lepas dari persoalan ideologi dan sistem dalam sebuah negara. Negara diemban oleh unsur pemerintahan yang bertanggung jawab atas kepentingan rakyat dan kemakmuran bangsa. Dengan kata lain, jika diibaratkan permainan catur, yang bertanggung jawab besar atas percaturan politik adalah pemerintah. Pemerintah adalah pemain politik bagi kelangsungan kehidupan bernegara, baik di dalam negeri maupun luar negeri.

Kecurigaan Sebagai Prinsip Berpolitik

Saat bermain catur, seorang pemain akan membaca pergerakan musuh sebelum ia menjalankan caturnya sendiri. Di saat seperti itulah logika dimainkan sebagai pemain catur. Cara tersebut digunakan oleh para politisi untuk menghasilkan kebijakan yang diharapkan rakyat. Contoh konkret dalam berpolitik dalam konteks ini adalah banyaknya laporan penyalahgunaan kewenangan yang berakhir pada tindak pidana korupsi oleh para politisi. Dimulai dengan dugaan kuat bahwa politisi terlapor tidak mempergunakan uang rakyat secara bijaksana, atau digunakan untuk kepentingan pribadi maupun kelompoknya. Laporan tersebut bisa saja dilakukan oleh lawan politiknya, maupun oleh pihak yang dirugikan secara formal. Jadi, sikap curiga terhadap tindakan para politisi sudah menjadi keharusan agar politik dapat dimainkan secara sehat dan stabil, yakni untuk kepentingan umum.

Baca Juga:  Pesantren : Instrumen Sinergi Ilmu, Islam, dan Indonesia

Melihat situasi politik yang penuh dengan kecurigaan, dapat dicerminkan pada peristiwa pelengseran Gus Dur dari jabatannya pada 23 Juli 2001. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dewasa ini dinilai melayangkan tuduhan-tuduhan tidak berdasar pada peristiwa tersebut. Tuduhan terhadap Gus Dur pada saat itu adalah penyelewangan dana karyawan bulog, menggunakan dana bantuan senilai sebesar 2 juta dollar AS, mengeluarkan kebijakan kontroversial, dan lain-lain. Pada akhirnya, tuduhan-tuduhan itu dinilai menjadi siasat busuk MPR yang dengan sengaja ingin memakzulkan Gus Dur. Termuat di dalam buku “Menjerat Gus Dur” karya Vidika Rizky Utama yang berhasil diterbitkan di penghujung tahun 2019. Namun, cerminan tersebut tidak lebih dari catatan sejarah busuknya politik di Indonesia.

Memang, politik akan selalu dinilai buruk jika dimainkan oleh orang-orang yang memiliki niat yang buruk. Tidak terkecuali bagi orang-orang yang sudah dianggap senior dalam politik. Segala siasat yang dimainkan politisi akan diberikan sampul yang indah tanpa harus diketahui isinya. Karena siasat politik hanya diketahui pemainnya. Bagi para penonton (rakyat), tidak ada ruang untuk tidak curiga kepada pemain politik. Akan tetapi, para pemain (politisi) akan selalu menempatkan dirinya pada persaingan dengan mempertahankan citra baiknya untuk memperoleh dukungan dan menang dalam percaturan politik.

“Dalam politik, tidak ada  yang terjadi secara kebetulan. Jika itu terjadi, Anda bisa bertaruh itu direncanakan seperti itu”

– Franklin D. Roosevelt

Baca Juga: Seminar Fiqih Kewanitaan PP. Al-Hidayat Gerning: Menyajikan Wawasan Baru bagi Santri Putri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *