KIAI MAIMOEN ZUBAIR DAN PEMIKIRANNYA TENTANG ISLAM, PATRIOTISME DAN TOLERANSI DI INDONESIA

Oleh: Uta Panandang   

Fredom House sebagai lembaga internasional evaluator demokrasi paling kredibel, menyebutkan bahwa dalam tujuh tahun belakangan telah terjadi dekonsolidasi demokrasi yang ditandai  melalui menurunnya kebebasan di Indonesia. Demikian pula kebebasan dan toleransi beragama juga dianggap telah menurun. Ada beberapa hal yang secara sederhana dianggap menunjukkan hal tersebut misalnya aksi kekerasan terhadap kelompok Islam minoritas seperti Ahmadiyah dan Syiah. Selain itu adanya pembakaran terhadap beberapa gereja yang tanpa mendapat jaminan adanya pembangunan terhadap gereja yang dirusak tersebut. Salah satu contoh yang secara jelas menunjukkan menurunnya tingkat toleransi keberagamaan di Indonesia adalah aksi terhadap mantan gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama. Sebagai seorang Kristen ia dipersalahkan oleh sebagian kelompok umat Islam dan dihadapkan dengan Islam. Ia dituduh menistakan agama Islam yang kemudian menjadikannya ditahan dan dihadapkan ke pengadilan untuk dituntut agar dipenjarakan. Selama proses tersebut, ia yang ketika itu maju kembali berkontestasi dalam pemilihan gubernur DKI Jakarta pada 2017, tidak dapat melakukan kampanye secara efektif.

Beberapa studi juga menyebut telah terjadi peningkatan intoleransi beragama di Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh tim IPSK LIPI misalnya menunjukkan adanya fenomena intoleransi dan radikalisme di Indonesia baik di dunia maya maupun nyata. Penelitian ini dilakukan di Sembilan provinsi yaitu Aceh, Sumatera Utara, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta dan Sulawesi Selatan. Termasuk penelitian berkaitan lainnya yaitu yang dilakukan oleh Seetara Institute yang menyoroti fenomena kekerasan terhadap kebebasan beragama dalam kurun waktu antara 2017. Di antara studi tersebut juga ada studi yang dilakukan oleh Center for Islamic and Social Studies di Universitas Syarif Hidayatullah di kancah pemerintahan. Studi tersebut menunjukkan fenomena intoleransi agama di kalangan guru di bulan Oktober terhadap umat berbeda agama.

Dari beberapa fenomena yang telah di sebutkan di atas, terdapat tokoh yang mendukung toleransi. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Van Martin Bruinessan di antara para pemikir dan ulama muslim tradisional yang mengadopsi pemikiran terbuka dan maju, meskipun mereka tidak mengenyam pendidikan di ranah institut. Di antara mereka adalah KH. Maimoen Zubair, yang pemikirannya dianggap sebagai model terbaik bagi para ulama yang gemar mempelajari ilmu-ilmu agama tradisional dan juga ilmu yang berkaitan dengan nasionalisme. Adapun gagasan kebangsaannya tercermin dalam tulisan-tulisannya yang mendorong patriotism Indonesia.

Baca Juga:  Potret Kepemimpinan Ideal Ala Harun Al-Rashid

KH. Maimoen Zubair menggagas bahwa masyarakat Indonesia harus mempunyai lima prinsip dasar yaitu pancasila. Prinsip tersebut wajib dipegang dan dijaga untuk menjaga Negara. Tidak hanya itu, KH. Maimoen Zubair juga mengungkapkan bahwa untuk mencapai kesejahteraan nasional harus menempuh beberapa tahap di antaranya yaitu: Pertama, semua warga Negara berhak dan wajib menjaga serta melestarikan Negara. Kedua, proses Islamisasi di Indonesia yang benar adalah seperti yang dicontohkan walisongo dengan berbagai pendekatannya. Ketiga, sebagai generasi yang saleh (santri) harus menimba ilmu sedalam-dalamnya. Hal itu dikarenakan dengan ilmu problematika akan terselesaikan dengan baik. Kemudian dalam ceramahnya, KH.Maimoen Zubair sering berpesan pentingnya menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bagi generasi penerus. Hal ini tidak hanya pada masalah tauhid saja, tetapi juga terkait urusan bela Negara. Seseorang didorong untuk cinta tanah air, karena dalam cinta tanah air tersebut termasuk  ke dalam bagian dari iman.

KH. Maimoen Zubair sangat berperan besar dalam kancah nasional, yaitu dalam keamanan Negara, perdamaian dan menjaga persatuan nasional. KH. Bahauddin Nur Salim sebagai muridnya menyebutkan bahwa KH. Maimoen Zubair memiliki inisiatif besar dalam menjaga perdamaian dan persatuan bangsa, termasuk ketika ia berkunjung ke kediaman Megawati Soekarnoputri ketua umum partai PDI Perjuangan. Kedatangannya memiliki tujuan yaitu urusan menyampaikan beberapa aspek penting tentang menjaga kesatuan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari serangan rezim radikal yang sedang marak terjadi saat itu.

Selanjutnya terkait toleransi di Indonesia menurut KH. Maimoen Zubair bertoleransi dengan orang yang berbeda keyakinan itu tidak disalahkan. Hal itu dikarenakan semua agama sama-sama mengerjakan perkara yang benar dan semua agama itu bertumpuan dengan perkara baik dan benar. Maka, wajar jika semua agama sejatinya sama-sama menginginkan perdamaian untuk mempertahankan diri, keselamatan umat dan keamanan perlindungan bagi keturunan mereka. Lalu pemaparan  kedua KH. Maimoen Zubair yang kemudian booming dalam pembahasan toleransi beragama yaitu tentang ungkapan Basuki Cahya Purnama (Ahok). Ungkapan tersebut disampaikan saat ada acara pengajian di daerahnya sendiri Sarang, Rembang. KH. Maimoen Zubair berkata bahwa “Islam Sarang adalah Islam Ahok” pasalnya kebanyakan pendakwah di Sarang berasal  dari Bangka Belitung yang merupakan kota kelahiran Ahok. Kejadian politik yang terjadi di Jakarta adalah indikasi fenomena baru populisme Islam di Indonesia. Maka, di situ KH. Maimoen Zubair mengingatkan dan menyeru kepada semua umat beragama untuk saling menjaga tali persaudaraan tanpa membedakan suku, ras, agama dan budaya.

Baca Juga:  Feeling Beautiful in Hijab yang Tergambar pada H. R. Rasuna Said

Kemudian yang ketiga terkait keinginan mengirim pesan penting bahwa Islam yang benar adalah agama yang positif dan bukan agama yang negative. Jadi, jika ada suatu kelompok yang mengatasnamakan Islam lalu ia banyak mengganggu bahkan merusak keutuhan Negara berarti kelompok tersebut bukan bagian dari Islam. Bentuk keharmonisan dari KH. Maimoen Zubair yang sedemiakian rupa dapat menekankan tercapainya toleransi yang baik di Indonesia. Semua agama akan merasa aman jika di antara agama satu dengan yang lainnya saling menjaga dan menghormati. KH. Maimoen Zubair amat yakin dengan adanya toleransi beragama, Negara Indonesia akan menjadi Negara yang lebih makmur dan sejahtera dan dari situ Negara bisa maju. Salah satu kuncinya yaitu menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan pada setiap elemen-elemen bangsa.

“KH. Maimoen Zubair memiliki pandangan progresif tentang problematika kebangsaan dan menekankan pentingnya menjaga nasionalisme sebagai sarana untuk menyatukan umat suatu bangsa. Ini adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh semua komunitas (elemen), terlepas dari afiliasi agama mereka. Individu tidak dapat beribadah dengan damai dan nyaman jika konflik komunal terjadi. Menurut KH. Maimoen Zubair suatu Negara akan mencapai persatuan ketika warganya saling menghormati dan bertoleransi. Sikap dan pandangannya berasal dari ajaran Islam tradisonal dan tradisi pesantren, tempat ia belajar. Pandangan KH. Maimoen Zubair tentang kebangsaan diterima secara luas di Indonesia, tidak hanya di kalangan umat Islam.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *